Senin, 11 Februari 2013

Samanna-Phala Sutta


                                 SAMANNA-PHALA SUTTA

(Faedah – faedah dari kehidupan seorang petapa)
  1. Demikian yang telah kami dengar: Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di Hutan Mangga milik tabib Jivaka Komarabhacca  bersama-sama dengan seribu dua ratus  lima puluh bhikkhu. Pada waktu ituu ari Uposatha tanggal limabelas dari bulan Kattika. Malam itu bulan purnama sedang bulatnya; Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha, sedang duduk di teras istananya tingkat atas dengan dikelilingi oleh para menterinya. Pada hari Uposatha yang keramat itu, raja bersabda : “Betapa menyenangkan, Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa indahnya, dan menyenangkan bulan purnama ini, dan betapa sejuknya Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa agungnya, Saudara-saudara, pertanda dari malam terang bulan ini! Petapa atau Brahmana manakah kiranya yang dapat kita kunjungi malam ini, yang akan dapat memuaskan batin kita?.
  2. Ketika Raja Ajatasattu selesai berkata demikian salah seorang menteri berkata kepadanya :”Baginda, di sana ada Purana Kessapa; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikat, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati baginda menjadi tenang dan damai”. Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Kemudian,salah seorang menteri lainya berkata kepada raja: “Baginda, di sana ada Makkhali Gosala; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran,termashur dan terkenal sebagai seorang sophi, dihormati oleh orang banyak,berpengalaman,telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai”. Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Kemudian,salah seorang menteri lainya berkata kepada raja: “baginda, di sana ada Ajita Kesakambala; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termashur dan terkenal sabagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman. Telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehideupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan pergi mengunjunginya,kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai”. Namun telah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Kemudian, salah seorang menteri lainya berkata kepada raja: “Baginda, di sana ada pakudha Kaccavana: kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termasyur dan terkenal sebagai seorang sophi, dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah lama menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi  berkunjung kepadanya.Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang  dan damai”. Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Kemudian, salah seorang menteri lainya berkata kepada raja : “Baginda, di sana ada Sanjaya Belattha-putta; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran,termashur dan terkenal sebagai seorang sophis; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman, telah menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya>Dengan pergi mengunjunginya, kemungkian hati Baginda menjadi tenang dan damai”. Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Kemudian, salah seorang menteri lainya berkata kepada raja: “Baginda, di sana ada Nigantha Natha-putta; kepala suatu kelompok petapa, mempunyai banyak pengikut, guru suatu aliran, termasyur dan terkenal sebagai seorang sophi; dihormati oleh orang banyak, berpengalaman,telah menjadi petapa, tua dan matang dalam kehidupan. Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepadanya. Dengan mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai”. Namun, setelah ia selesai berkata demikian, Raja Ajatasattu tetap diam.

  1. Pada waktu itu tabib Jivaka Komarabhaccaduduk berdiam diri, tidak jauh dari raja. Kamu diam raja berkata kepada Jivaka Komarabhacca: “Jivaka, mengapa engkau tetap berdiam diri tidak berkata apapun?.”Baginda, Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, kini sedang berdiam di Hutan Mangga milik kita, bersama dengan anggota bhikkhu-sangha sebanyak seribu dua ratus lama puluh. Demikianlah berita baik mengenai Gotama, Sang Bhagava yang telah tersebar luas: ‘Sang Bhagava, Yang Maha Suci, Yang telah Mencapai Penerangan sempurna, sempurna pengetahuan serta tidak tanduk-Nya, sempurna menempuh jalan, Pengenal segenap alam, Pembimbing yang tiada terbagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan.’ Lebih baik Baginda pergi berkunjung kepada Sang Bhahava. Dengan pergi mengunjunginya, kemungkinan hati Baginda menjadi tenang dan damai”.Bila demikian, Jivaka, siapkan gajah-gajah tunggangan”.

  1. “Baiklah, Baginda!” kata tabib Jivaka Komarabhacca mematuhi perintah raja. Kemudian ia menyiapkan lima ratus ekor gajah betina serta gajah kerajaan yang bisa dinaiki  oleh raja, dan melapor : “Baginda, gajah-gajah telah disiapkan dengan baik, Terserah kepada Baginda untuk memilih waktu keberangkatan yang sesui”. Selanjutnya raja memerintahkan lima ratus orang wanitanya naik ke atas gajah betina, seekor untuk seorang, sedang ia sendiri naik gajah kerajaan.Tidak lama kemudian, berangkatlah rombongan raja dengan kebesaran kerajaan, serta diiringi oleh para pengikutnya yang membawa obor, Dari Rajagaha mmereka menuju ke Hutan Manggamilik Jivaka Komarabhacca.

  1. Ketika mendekati Hutan Mantgga, tiba-tiba raja dicengram oleh rasa takut dan kawatir, semua bulu badanya berdiri tegak. Dengan perasaan cemas dan gelisah, ia berkata kepada Jivaka :”Apakah kau tidak menipuku, Jivaka? Apakah kau tidak membohongiku? Apakah kau tidak menghianatiku kepada musuh-musuh? Bagaimana mungkin dapat terjadi bahwa di sana tidak ada suara sama sekali, tidak ada suara bersin atau pun batuk dalam sejumlah besar anggota bhikkhu-sangha sebanyak seribu dua ratus lima puluh orang itu?”.Janganlah khawatir, Baginda.Aku tidak menipu , mendustai atau pun mengkhianati kepada musuh-musuh, Lanjutkanlah, O Baginda, berjalanlah terus ! Di sana, dalam ruang pertemuan, lampu-lampu telah menyala terang:.

  1. Kemudian raja melanjutkan perjalanan dengan gajahnya sejauh jalan mesih dapat dilalui oleh gajah-gajah, dan selanjutnya berjalan kaki sampai di pintu ruang pertemuan; dan berkata kepada Jivaka Komarabhacca:”Jivika,tetapi dimanakah Sang Bhagava berada?” Baginda, itulah Sang Bhagava.Baginda, itulah Sang Bhagava,sedang duduk bersandar pada tiang-tengah dan menghadap ke Timur dengan dikelilingi oleh anggota bhikkhu Sangha”.

  1. Kemudian Raja Ajatasattu mendekati Sang Bhagava dan berdiri dengan hormat pada salah satu sisi-Nya. Ketika ia telah berdiri di sana dan melihat anggota bhikkhu-sangha duduk diam, tenang bagaikan sebuah danau tak berombak, ia berseru : “Dapatkah putraku Udayi-Bhadda, memiliki ketengan seperti yang dimiliki oleh bhikkhu-sangha sekarang ini?.”Bila demikian,O Baginda, bagaimanakah engkau mengarahkan pikiran cita-kasihmu?”tanya Sang Buddha.”Bhante, aku mencintai putraku Udayi Buddha dan mengharap agar ia dapat menikmati ketenangan seperti yang dimiliki bhikkhu-sangha ini”.

  1. Kemudian Raja Ajatasattu menyembah Sang Bhagava dan merangkapkan tanganya ke arah bhikkhu-sangha sebagai tanda hormat, selanjutnya ia duduk di samping Sang Bhagava dan berkata : “Bhante, aku ingin bertanya kepada SangBhsgsvs tentang suatu persoalan apabila SangBhagava berkenan”. Tanyakanlah apa yang kau kehendaki, O Baginda”.

  1. :Bhante, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang , ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajag, pejuang, pahlawan,prajurit dalam pakaian kulitrusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya.Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya.Mereka Menunjang hidupnya sendiri, orang-tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya.Apakah Bhante dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?”

  1. “Baginda, apakah kau ingat mengajukan pertanyaan yang sama ini kepada para petapa dan brahmana lainya?” Ya, Bhante, aku ingit pernah mengajukan pertanyaan yang sama ini kepada para petapa dan brahmana lainya”. Bila baginda tidak keberatan, katakanlah kepada kita bagaimana mereka menjawabnya”.Bhante, tidak ada keberatan bagiku terhadap Sang Bhagava ataupun terhadap para suci lainya seperti Sang Bhagava”. Bila demikian, katakanlah, O Baginda”.

  1. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Purana Kassapa. Setelah saling bertukar salam. Mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun denganya, akau duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya, kepadanya : “Sahabat Purana Kassapa, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak,  tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar,ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya.Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya.Mereka menunjang hidupnya sendiri,orang tua anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelairan kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Purana Kassapa dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini
  2. “Bhante, kemudian Purana Kassapa berkata kepadaku : O Baginda, ia yang berbuat atau menganjurkan orang lain berbuat; ia yang memotong atau menganjurkan orang lain berbuat memotong; ia yang menyiksa atau menganjurkan orang lain berbuat menyiksa; ia yang menyusahkan orang lain berbuat menyusahkan; ia yang menakutnakuti atau menganjurkan orang lain berbuat menakut-nakuti; ia yang membunuh makluk-makluk hidup atau menganjurkan orang lain membunuh makluk-makluk hidup; ia yang mengambil apa yang tidak diberikan, membongkar rumah, melakukan pencolengan, perampokan, penyamunan, melakukan zinah atau menceritakan kebohongan, kepada ia yang berbuat demikian, tiada suatu tindakan kejahatan. Seandainya dengan cakram yang mempunyai pinggiran setajam pisau, ia menjadikan semua mahluk yang hidup di bumi ini setumpuk daging, satu timbunan daging, tiada suatu tindakan jahat akibat dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kejahatan. Apakah ia pergi ke sepanjang tepi selatan sungai Gangga untuk memukul dan membantai; memotong atau menganjurkan orang lain berbuat memotong; menindas atau menganjurkan orang lain berbuat menindas; tiada suatu tindakan jahat akibat dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kejahatan.Apakah ia pergi ke sepanjang tepi-utara sungai Gangga, untuk memberi dana, mempersembahkan pengorbanan atau menganjurkan orang lainberbuat mempersembahkan pengorbanan; tiada suatu tindakan baik akibat dari perbuatan itu,tidak ada penambahan kebajikan.Dalam perbuatan dana, mengendalikan diri, menjaga indria dan berbicara benar, tiada suatu tindakan dari perbuatan itu, tidak ada penambahan kebajikan.
  3. “Dengan demikian, Bhante, ketika Purana Kassapa ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang tiada-perbuatan (akiriya).Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mengga.Demikian pula halnya dengan Purana-Kassapa. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang tiada perbuatan (akirya), Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : “Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Purana Kassapa itu, dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabanya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabanya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkanya”.
  4. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Makkhali Gosala. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun denganya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : Sahabat Makkhali Gosala, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda, sais kereta  perang, pamanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajutan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam pembuat barang-barang tebikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yantg dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya.Apakah sahabat Makkhali Gosala dapat menunjukan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?.
  5. “Bhante, kemudian Makkhali Gosala berkata kepadaku :  O Baginda, tidak ada sebab atau pundasar dari ternodanya mahluk-mahluk, mereka menjadi ternoda tanpa sebab dan dasar.Tidak ada sebab atau pun dasar dari sucinya mahluk-mahluk, mereka menjadi suci tanpa sebab dan dasar. Tidak ada akibat yang bergantung pada perbuatan diri sendiri, perbuatan orang lain atau perbuatan manusia. Tidak ada sesuatu yang disebut kemampuan atau usaha, kekuatan atau semangat manusia. Semua mahluk (satta), semua  yang bernafas (pana), semua yang hidup (bhuta), semua yang memiliki pokok kehidupan (jiva) adalah tanpa kemampuan, kekuatan atau usaha. Mereka cenderung begini atau begitu adalah    
karena nasibnya karena kondisi-kondisi yang perlu (dari kelompok di mana mereka tergolong).karena dasar mereka masing-masing; dan bahwa sanya mereka merasakan kebahagiaan dan penderitaan itu adalah sesui dengan kedudukanya dalam salah satu dari enam kelompok.terdapat 1.400.000 macam kelahiran yang pokok, 6.000 serta 600 lagi. Terdapat 500 macam kamma, 5 macam kamma (menurut lima indria), 3 macam kamma (menurut perbuatan,ucapan dan pikiran),1 macam kamma (seluruh keadaan kamma dari perbuatan atau ucapan), serta setengah macam kamma (kamma pikiran). Terdapat 62 cara (corak tingkah laku), 62 jarak-masa (antara kappa), 6 kelompok (perbedaan di antara manusia), 8 tingkat kehidupan manusia, 4.900 macam penghidupan (ajiva), 4.900 paribbajaka (petapa pengembara), 4.900 tempat kediaman naga-naga,2.000 kemampuan, 300 alam neraka, 36 unsur nafsu, 7 macam kelahiran mahluk berperasaan (sannigabbha), 7 macam kelahiran mahluk tanpa perasaan (asanni-gabbha), 7 macam kelahiran melalui tunas (niganthi-gabbha), 7 tingkat dewa, 7 tingkat manusia, 7 tingkat setan, 7 danau, 7 macam kepandaian utama (patuva), 700 macam kepandaian kecil, 7 macam tebing curam besar, 700 macam tebing curam kecil, 7 macam mimpi besar, 700 macam mimpi kecil. Terdapat 8.400.000 masa besar (maha-kappa), yang selama itu baik orang bodoh maupun orang bijaksana, keduanya adalah sama, mereka mengembara dalam semsara (perputaran hidup) yang pada akhirnya akan bebas dari penderitaan> Tidaklah mungkin mengharap agar kamma yang belum masak menjadi masak atau bebas dari kamma yang sudah masak dengan cara menjalankan sila, kewajiban tapa atau dengan menjalankan kehidupan suci. Kebahagiaan dan penderitaan yang seolah-olah dapat diukur dengan ukuran tidak dapat diubah dalam proses samsara, di sana tidak ada penambahan atau pengurangan. Sama seperti sebuah bola benang yang apabila dilemparkan kedepan akan membentang hanya sepanjang benang itu saja; maka demikian pula orang bodoh dan orang bijaksana adalah sama, mereka mengembara dalam samsara hanya selama batas waktu tertantu, yang akhirnya akan dan pasti bebas dari penderitaan.

           


  1. “Dengan demikian, Bhante, ketika Makkhali Gosala ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang penyucian melalui proses  samsara (samsara-suddhi). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demukian pula halnya dengan Makkhali Gosala. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang penyucian melalui proses samsara (samsara sudddhi). Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : “Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam  kerajaanku? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Makkhali Gosala itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabanya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima ataupun menolak atas jawabanya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkanya”

22. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Ajita Kesa-kambala.       Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan     santun denganya, aku duduk di sebelahnya, setelah duduk, aku bertanya kepadanya : Sahabat Ajita Kasa-kambala,  terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, memikul tandu, komandan tentara, ajutan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya, Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Ajita Kesa-kembala dapat menunjukan kepadaku faedah-faedah nyata dari  kehidupan seseorang petapa dalam masa sekarang ini ?.
23. “Bhante, kemudian Ajita Kasa-kembala berkata kepadaku : “O Baginda, tidak ada hal yang dinamakan sedekah (dinnam), pengorbanan  (yittham) atau persembahan (hutam). Tidak ada hasil atau pun akibat dari perbuatan-perbuatan baik dan buruk. Tidak ada hal yang dinamakan dunia seni maupun dunia sanna (dunia yang akan datang). Tidak ada ibu, ayah atau pun mahluk-mahluk yang lahir tanpa melalui rahim orang-tua (opapatika). Di dunia ini tidak ada petapa-petapa atau brahmana-brahmana yang telah mencapai kesempurnaan dalam cara praktek benar, memiliki kelakuan sempurna, telah menyadari dunia sini  maupun dunia sana melalui usaha  sendiri, dan memperkenalkan kebijaksanaanya yang sempurna kepada masyarakat. Manusia terbentuk dari empat unsur utama (maha-bhuta); pada waktu ia mati, sifat tanah dalam dirinya akan menjadi, kembali pada kelompok tanah; sifat cair dalam dirinya akan menjadi,  kembali pada kelompok air,sifat panas dalam dirinya akan menjadi, kembali pada kelompok udara, dan indria-indrianya lenyap dalam angkasa (akasa). Empat orang pemikul dengan tandunya sebagai yang kalimat, membawa pergi mayatnya; maka mengucapkan puji-pujian untuk dirinya hanya sejauh tanah kubur, di sana tulang-tulangnya berubah warnanya seperti sayap burung daya, dan pengorbanan-pengorbanan berakhir sebagai debu. Mereka yang mengajarkan tentang dana dan menyatakan bahwa ada manfaat dari perbuatan itu adalah orang bodoh, hanya merupakan kebohongan yang kosong, pembicaraan yang sia-sia belaka. Orang bodoh dan bijaksana adalah sama, setelah mati mereka akan hancur. Musnah dan selanjutnya tidak akan hidup kembali (lahir kembali).

24. “Dengan demikian, Bhante, ketika Ajita Kesa kembala ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang pemusnahan (uccheda-vada).Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang di tanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya denganAjita Kesa-kembala Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seseorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang pemusnahan  (uccheda vada). Bhante, kemudian timbulah perenungan dalam diriku : Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Ajita Kesa-kembala itu; dan walapun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima ataupun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkannya”.

25. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Pakudha Kaccayana. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun denganya, aku duduk disebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : Sahabat Pakudha Kaccayana, terdapat sejumlah keahlian umum. Seperti : kusir-gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang  pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam Hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak  dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya.Apakah sahabat Pakudha Kaccayana dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?”.

26. “bhante, kemudian Pakudha Kaccayana berkata kepadaku : O Baginda, tujuh kelompok dasar ini tidak dapat dibuat atau diperintahkan untuk dibuat, tidak diciptakan atau disebabkan untuk dicipta; tidak menghasilkan (mandul), teguh bagaikan tiyang yang terpancang kuat. Tujuh kelompok dasar ini tidak bergerak atau berkembang, tidak melukai satu sama lain, dan yang satu tidak menyebabkan keenakan, kesakitan maupun keduanya pada yang lain. Apakah tujuh kelompok dasar itu? Ialah kelompok tanah, air, api, udara, kenikmatan, kesekitan dengan kehidupan (jiva) sebagai yang ketujuh. Tujuh kelompok dasar itu tidak dibuat atau diperintahkan untuk dibuat, tidak diciptakan atau disebabkan untuk dicipta; tidak menghasikan (mandul), teguh bagaikan puncak gunung, tetap bagaikan tiyang yang terpancang kuat. Tujuh kelompok dasar itu tidak bergerak  atau berkembang, tidak melukai satu sama lain, dan yang satu tidak menyebabkan kenikmatan, kesakitan maupun keduanya pada yang lain. Maka tidak ada pembunuh atau penyebab pembunuhan, tidak ada pendengar atau pembicara, tidak ada orang yang tahu atau orang yang menerangkan.Apabila dengan sebilah pedang tajam seseorang membelah kepala orang lain, maka tidak ada orang yang menghancurkan kehidupan siapa pun; pedang itu hanya menembus di antara ketujuh kelompok dasar tersebut.

  1. “Dengan demikian, Bhante, ketika Pakudha Keccayana ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan suatu pendapat yang sama sekali menyimpang dari persoalan itu  Bhante, seolah-olah seperti ketika  seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun itu, akan menerangkan buah mengga. Demikian pula halnya dengan Pakudha Kaccayana. Ketika ia ditany tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan suatu pendapat yang sama sekali menyimpang dari persoalan itu. Bhante, kemudian timbulah perenungan dalam diriku : Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap  apa yang telah dikatakan oleh Pakudha Kaccayana itu; dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabanya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabanya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkanya”.

  1. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediaman Nigantha Natha-putta. Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun denganya, aku duduk di sebelahnya.Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : Sahabat Nigantha Natha-putta, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pahlawan prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak-budak yang dulahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakain,  penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang-tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan  dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para pertapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya.Apakah sahabat Nigantha Natha-putta dapat menunjukan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seseorang petapa dalam masa sekarang ini?”.

  1. “Bhante, kemudian Nigantha Natha-putta berkata kepadaku : O Baginda, dalam
dunia ini, seorang Nigantha terkendali dengan empat macam pengendalian diri. Bagaimanakah, O baginda, seorang Nigantha yang terkendali dengan empat macam pengendalian diri itu ? Dalam dunia ini, seorang Nigantha hidup mengendalikan diri terhadap semua air, mempergunakan semua air, menyingkirkan semua air dan melumuri  dengan semua air. Demikianlah, O Baginda, seorang Nigantha, terkendali dengan empat macam pengendalian diri ini, ia  disebut seorang Nigantha (bebas dari ikatan-ikatan), Gatatta (orang yang batinya telah berada dalam pencapaian tujuanya), Yatatta (orang yang batinya terkendali), dan Thitatta (orang yang batinya terpusat).

30. Dengan demikian, Bhante, ketika Nigantha Natha-putta ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang empat macam pengendalian  diri (catu-yama-samvara). Bhante, seolah-olah seperti ketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu, akan menerangkan buah sukun; ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Nigantha Natha-putta. Ketika ia ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan teorinya tentang empat macam pengendalian diri (catu-yama-samvara). Bhante, kemudian timbulah perenungan dalam diriku : Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Nigantha-putta itu;dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabanya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima ataupun menolak atas jawabanya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkanya”.

31. Bhante, pada suatu ketika aku pergi ke tempat kediamanSanjaya Belattha-putta, Setelah saling bertukar salam, mengucapkan kata-kata persahabatan dan sopan santun denganya, aku duduk di sebelahnya. Setelah duduk, aku bertanya kepadanya : Sahabat sanjaya Belattha-putta, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir gajah, kusir kuda,sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajudan, opsir tinggi kerajaan, pasukan, tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang, pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit-rusa, budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga, tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi  keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahliannya. Meraka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya. Apakah sahabat Sanjaya Belattha-putta dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?.

  1. “Bhante, kemudian Sanjaya Belattha-putta  berkata kepadaku : Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada dunia lain baiklah, bila aku pikir, ada dunia lain, aku akan menjawab ada dunia lain. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah tidak ada dunia lain baiklah, bila aku pikir tidak ada dunia lain, aku akan menjawab tidak ada dunia lain .Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada dan tidak ada dunia lain baiklah, bila aku pikir ada dan tidak ada dunia lain aku akan menjawab ada dan tidak ada dunia lain. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapatlain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain baiklah, bila aku pikir bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain, aku akan menjawab bukan ada maupun bukan tidak ada dunia lain. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada mahluk opatika (lahir tanpa melalui kandungan) baiklah, bila aku pikir ada mahluk opapatika, aku akan menjawab ada mahluk opapatika. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah tidak ada mahluk opapatika baiklah, bila aku pikir tidak ada mahluk opapatika, aku akan menjawab tidak ada mahluk opapatika. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada dan tidak ada mahluk opapatika baiklah, bila aku pikir ada dan tidak ada mahluk opapatika, aku akan menjawab ada dan tidak ada mahluk opapatika. Tetapi aku tidak mrngatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya, Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada dan tidak ada mahluk opapatika baiklah, bila aku akan menjawab ada dan tidak ada mahluk opapatika. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantah-nya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika baiklah, bila aku pikir bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika aku akan menjawab bukan ada maupun bukan tidak ada mahluk opapatika. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk baiklah, bila aku pikir ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk, aku akan menjawab ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk baiklah, bila aku pikir tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk, aku akan menjawab tidak ada buah akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah ada dan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk baiklah, bila aku pikir ada dan tidak ada akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk, aku akan menjawab ada dan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk baiklah, bila aku pikir bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan  baik atau buruk, aku akan menjawab bukan ada maupun bukan tidak ada buah, akibat dari perbuatan-perbuatan baik atau buruk. Tetapi aku tidak mengatakan demikian.Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah setelah meninggal Tathagata tetap ada. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah setelah meninggal Tathagata tidak ada, baiklah, bila aku pikir setelah meninggal Tathagata tidak ada, aku akan menjawab setelah meninggal. Tathagata tidak ada. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada baiklah, bila aku pikir setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada, aku akan menjawab setelah meninggal Tathagata ada dan tidak ada. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini atau begitu. Aku tidak berpendapat lain. Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya. Bilamana engkau bertanya kepadaku apakah setelah menunggal Tathagata bukan ada maupun bukan tidak ada baiklah, bila aku pikir setelah meninggal Tathagata bukan ada  maupun bukan tidak ada, aku akan menjawab setelah  meninggal Tathagata bukan ada maupun tidak ada. Tetapi aku tidak mengatakan demikian. Dan aku tidak berpendapat begini dan begitu, Aku tidak berpendapat lain.  Aku tidak membantahnya. Dan aku tidak mengatakan kedua-duanya.

33.”Dengan demikian, Bhante, ketika Sanjaya Belattha-putta ditanya tentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan pandanganya yang berbelit-belit. Bhante, Seolah-olah sepertiketika seseorang ditanya apakah buah mangga itu akan menerangkan buah sukun;  ketika ditanya apakah buah sukun itu, akan menerangkan buah mangga. Demikian pula halnya dengan Sanjaya Belattha-putta. Ketika ia ditanyatentang faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa, telah menerangkan pandanganya yang berbelit-belit. Bhante, kemudian timbullah perenungan dalam diriku : Apakah layak bagi seseorang seperti diriku untuk mencela petapa atau brahmana yang menetap dalam kerajaanku ? Sesungguhnya, Bhante, aku tidak menerima atau menentang terhadap apa yang telah dikatakan oleh Sanjaya Belattha-putta itu;  dan walaupun merasa tidak puas dengan jawabannya, aku tidak mengutarakan pernyataan tidak puas. Tanpa menerima atau pun menolak atas jawabannya, aku bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkanya”.

  1. “Dan sekarang, Bhante, aku bertanya kepada Sang Bhagava : “Bhante, terdapat sejumlah keahlian umum, seperti : kusir-gajah, kusir-kuda, sais kereta perang, pemanah, pemikul tandu, komandan tentara, ajutan, opsir tinggi kerajaan, pasukan tempur, orang-orang pemberani seperti gajah, pejuang pahlawan, prajurit dalam pakaian kulit rusa, budak-budak yang dilahirkan di rumah, tukang masak, tukang cukur, tukang memandikan, pembuat kue, perangkai bunga,  tukang cuci pakaian, penenun, penganyam, pembuat barang-barang tembikar, ahli hitung, akuntan dan banyak lagi keahlian semacamnya. Dalam hidup sekarang ini mereka dapat menikmati faedah-faedah nyata dari keahlianya. Mereka menunjang hidupnya sendiri, orang tua, anak-anak dan sahabat-sahabatnya dalam kebahagiaan dan kesejahteraan. Mereka memberikan dana, persembahan-persembahan yang bernilai tinggi kepada para petapa dan brahmana secara tetap; yang dapat membawa kelahiran kembali dalam alam surga, yang berakhir dengan kebahagiaan sebagai hasilnya.  Apakah Bhante dapat menunjukan kepadaku faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini ?. “Aku dapat O Baginda. Akan tetapi sebelumnya aku akan bertanya kepadamu. Jawablah dengan apa yang kau anggap paling sesui”.

35. “Sekarang, bagaimana pendapatmu, O Baginda. Seandainya di antara orang-      orang yang tinggal dalam kerajaanmu ada seorang budak  yang bekerja untukmu, bangun sebelum-mu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu, berusaha membuat ucapan dan kelakuanya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Kemudian ia berpikir : Sungguh mengagumkan dan luar biasa tumbuhnya amal ibadah (punna) ini, akibat dari amal-ibadah ini ! Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha ini adalah seorang manusia. Dan aku juga manusia. Tetapi, Raja Ajatasattu hidup dalam kenikmatan, dikaruniai dengan lima macam kesenangan indria seperti gambarannya seorang dewa; sedang aku sendiri adalah seorang budak,bekerja untuknya, bangun sebelumnya dan istirahat setelahnya, gembira untuk melaksanakan perintahnya, berusaha membuat ucapan dan kelakuanku menyenangkan, seorang yang dapat mengerti. Seandainya aku seperti dirinya maka aku juga dapat memperoleh amal-ibadah. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai  petapa (pabbaja)?. Berapa waktu kemudian ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup sebagai petapa. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi. Kemudian seandainya orang-orangmu berkata demukian : Semoga hal ini berkenan di hati Baginda. Tahukah Baginda bahwa seseorang yang dahulunya sebagai budakmu, yang bekerja untukmu, bangun sebelummu dan istirahat setelahmu, gembira untuk melaksanakan perintahmu berusaha membuat ucapan dan perbuatannya menyenangkan, seorang yang dapat mengerti; sekarang ia telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubag kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi? Dan selanjutnya apakah kau akan berkata :Suruh orang itu kembali, biar ia menjadi budak lagi dan kembali bekerja untuk-mu?”

36. “Tidak,Bhante, Bahkan sebaliknya kita harus memberikan sembah dan     menyambutnya dengan berdiri dari tempat duduk atas dasar rasa hormat terhadap dirinya serta mempersilahkan ia duduk. Kita harus menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup petapa, yaitu : jubah, mangkuk, tempat tinggal dan obat-obatan untuk orang sakit mohon agar ia menerimanya. Kita harus memberikan penjagaan dan perlindungan hukum kepadanya.  “Dan bagaimana pendapatmu. O baginda. Apakah  ada atau tidak faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?” Sesungguhnya, Bhante, ada faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini”.  “Bila demikian, O Baginda, inilah yang Ku-katakan sebagai faedah nyata yang pertama dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini”.

37. “Bhante, apakah engkau dapat menunjukkan kepadaku faedah-faedah nyata lainya dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?”Aku dapat, O Baginda. Akan tetapi sebelumnya aku akan bertanya kepadamu. Jawaqblah dengan apa yang kau anggap paling sesuai. Sekarang,bagaimana pendapatmu, O Baginda. Seandainya di antara orang-orang yang tinggal dalam kerajaanmu ada seorang petani yang mengerjakan tanahnya sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara> Kamudian ia berpikir : Sungguh mengagumkan dan luar biasa tumbuhnya amal-ibadah (punna)ini, akibat dari amal-ibadah ini! Raja Ajatasattu dari <agadha, putra Ratu Videha ini adalah seorang manusia, dan aku juga manusia. Tetapi, Raja Ajatasattu hidup dalam kenikmatan, dikaruniai dengan lima macam kesenangan indria seperti gambaranya seorang dewa; sedang aku sendiri adalah orang petani yang mengerjakan tanahku sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara. Seandainya aku seperti dirinya, maka aku juga dapat memperoleh amal-ibadah. Mengapa aku tidak mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup-keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja? Beberapa waktu kemudian ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup-keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi. Kemudian seandainya orang-orangmu berkata demikian : Semoga hal ini berkenan di hati Baginda. Tahukah Baginda bahwa seorang yang dahulunya sebagai petani, yang mengerjakan tanahnya  sendiri, orang berkeluarga, yang membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara;  sekarang ia telah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup-keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja. Setelah masuk menjadi petapa, ia hidup mengendalikan diri dalam perbuatan, ucapan dan pikiran, merasa puas dengan makanan dan tempat tinggal yang diperoleh dari hasil dana, senang tinggal di tempat-tempat sunyi? Dan selanjutnya apakah kau akan berkata : Suruh orang itu kembali, biar ia menjadi petani yang mengerjakan tanahnya sendiri, orang berkeluarga, dan membayar pajak untuk meningkatkan penghasilan negara lagi?”.

38. “Tidak, Bhante. Bahkan sebaliknya kami harus memberkan sembah dan menyambutnya dengan berdiri dari tempat duduk atas dasar rasa hormat terhadap dirinya serta mempersilahkan ia duduk. Kami harus menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup petapa, yaitu : Jubah, mangkuk, tempat tinggal dan obat-obatan untuk orang sakit memohon agar ia menerimanya, Kami harus memberikan penjagaan, pengawasan dan perlindungan hukum kepadanya”. Dan bagaimana pendapatmu, O Baginda. Apakah ada atau tidak faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini?”. Sesungguhnya, Bhante, ada faedah-faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini”. Bila demikian, O Baginda, inilah yang kukatakan sebagai faedah nyata yang kedua dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini”.

39. “Bhante, apakah engkau dapat menunjukkan faedah-faedah nyata lainya dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini faedah-faedah yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada ini?. Aku dapat, O Baginda. Dengarkan dan perhatikanlah, O Baginda, aku akan berbicara”. Baiklah, Bhante, jawab Raja Ajatasattu.Kemudian Sang Bhagava berkata :

40. “O Baginda, seandainya di dunia ini muncul seorang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna,sempurna pengetahuan serta tindak-tanduk-Nya, sempurna menempuh jalan, Pengenal  segenap alam, pembimbing yang ada tara bagi mereka yang bersedia untuk dibimbing, Guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Beliau mengjarkan pengetahuan yang telah diperoleh melalui usaha-Nya sendiri kepada orang-orang lain, dalam dunia ini yang meliputi para dewa, mara dan Brahma-Nya; para petapa, brahmana, raja beserta rakyatnya. Beliau mengajarkan Dhamma (Kebenara) yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan, indah pada akhir dalam isi maupun bahasanya. Beliau mengajarkan cara hidup petapa (brahmacariya) yang sempurna dan suci”.

41. “Kemudian, seorang yang berkeluarga atau salah seorang dari anak-anaknya atau seorang diri keturunan keluarga-rendah datang mendengarkan Dhamma itu, dan setelah mendengarnya ia memperoleh keyakinan terhadap Sang Tathagata. Setelah ia memiliki keyakinan itu, timbulah  perenungan ini dalam dirinya : Sesungguhnya, hidup berkeluarga itu penuh dengan rintangan, jalan yang penuh dengan kekotoran bafsu. Bebas seperti udara adalah hidup Pabbaja. Sungguh sukar bagi seorang yang hidup berkeluarga untuk menempuh hidup Brahmacariya secara sungguh-sungguh, suci serta dalam seluruh kegemilangan kesempurnaannya. Maka, biarlah aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning dan meninggalkan hidup keluarga untuk menempuh hidup Pabbaja”.

42. “Setelah menjadi bhukhu, ia hidup mengendalikan diri sesuai dengan Patimokkha (peraturan-peraturan bhikkhu), sempurna kelakuan dan latihanya, dapat melihat bahaya dalam kesalahan-kesalahan yang paling kecil sekalipun. Ia menyesuaikan dan melatih dirinya dalam peraturan-peraturan. Menyempurnakan perbuatan-perbuatan dan ucapannya. Suci dalam cara hidupnya, sempurna silanya, terjaga pintu-pintu indrianya.Ia memiliki perhatian-murni dan pengertian-jelas (sati-sampajanna); dan hidup puas”.

43. “Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu yang sempurna silanya? Dalam hal ini O Baginda, seorang bhikkhu menjauhi pembunuhan, menahan diri dari pembunuhan mahluk-mahluk. Setelah membuang slst pemukul dan pedang, malu dengan perbuatan-kasar; ia hidup dengan penuh cita-kasih, kasih sayang dan bijak terhadap semua mahluk, semua yang hidup. Inilah sila yang dimilikanya. Menjauhi pencurian, menahan diri dari memiliki apa yang tidak diberikan; ia hanya mengambil apa yang diberikan dan tergantung pada pemberian; ia hidup jujur dan suci. Inilah sila yang dimilikinya. Menjauhi hubungan kelamin, menjalankan Brahmacariya (tidak kawin); ia menahan diri dari perbuatan-perbuatan rendah dan hubungan kelamin. Inilah sila yang dimilikiinya.

44. Menjauhi kedustaan, menahan diri dari dusta, ia berbicara benar, tidak menyimpang dari kebenaran, jujur dan dapat dipercaya, serta tidak mengingkari kata-katanya  sendiri di dunia. Menjauh ucapan fitnah, menahan diri dari memfitnah;  apa yang ia dengar di sini tidak akan diceritakanya di tempat lain sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sini.Apa yangh ia dengar di tempat lain tidak akan diceritakanya di sini sehingga menyebabkan pertentangan dengan orang-orang di sana. Ia hidup menyatukan mereka yang terpecah-belah, pemersatu, mencintai persatuan, mendambakan persatuan; persatuan merupakan tujuan pembicaranya. Inilah sila yang dimilikinya. Menjauhi ucapan kasar, menahan diri dari penggunaan kata-kata kasar, ia hanya mengucapkan kata-kata yang tidak tercela, menyenangkan, menarik, berkenan di hati, sopan, enak didengar  dan disenangi orang. Inilah sila yang dimilikinya.Menjauhi pembicaraan sia-sia, menahan diri dari percakapan yang tidak bermanfaat; ia berbicara pada saat yang dapat, sesuai dengan kenyataan, berguna, tentang Dhamma dan Vinaya. Pada saat yang tepat, ia mengucapkan kata-kata yang berharga untuk didengar, penuh dengan gambaran yang tepat, memberikan uraian yang jelas dan tidak berbelit-belit. Inilah sila yang dimilikanya.

45. Ia menahan diri untuk tidak merusak benih-benih dan tumbuh-tumbuhan. Ia makan sehari sekali, tidak makan setelah tengah hari. Ia menahan diri dari menonton pertunjukan-pertunjukan, tari-tarian, nyanyian dan musik. Ia menahan diri dari penggunaan alat-alat kosmetik, karangan-karangan bunga, wangi-wangian dan perhiasan-perhiasan. Ia menahan diri dari penggunaan tempat-tidur yang besar dan mewah. Ia menahan diri dari menerima emas dan perak. Ia menahan diri dari menerima gandum (padi) yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima danging yang belum dimasak. Ia menahan diri dari menerima wanita dan perempuan-perempuan muda. Ia menahan diri dari menerima budak-belian laki dan budak-belian perempuan. Ia Menahan diri dari menerima biri-biri atau kambing. Ia menahan diri dari menerima babi dan unggas. Ia menahan diri dari menerima gajah, sapi dan kuda. Ia menahan diri dari menerima tanah-tanah pertanian. Ia menahan diri dari berlaku sebagai duta atau pesuruh. Ia menahan diri dari menipu dengan timbangan, mata uang maupun ukuran-ukuran. Ia menahan diri dari perbuatan menyogok, menipu dan penggelapan. Ia menahan diri dari perbuatan melukai, membunuh, memperbudak, merampok, menodong  dan menganiaya. Inilah sila yang dimilikinya .

46.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih merusak  bermacam-macam benih dan tumbuhan, seperti : tumbuhan yang berkembang-biak dari akar-akaran, tumbuhan yang berkembang biak dari dahan-dahanan, tumbuhan yang berkembang biak dari tetangkaian, tumbuhan yang berkembang biak dari ruas-ruas atau tumbuhan yang berkembang biak dari kecambah-kecambahan;  namua, seorang bhikkhu menahan diri dari merusak bermacam-macam benih dan tumbuhan. Inilah sila yang dimilikinya.

47.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mempergunakan barang-barang yang ditimbun, simpanan, seperti bahan makanan simpanan, minuman simpanan, jubah simpanan, perkakas-perkakas simpanan, alat-alat tidur simpanan, wangi-wangian simpanan, bumbu makanan simpanan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari menggunakan barang-barang yang ditimbun semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

48.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih menonton aneka macam pertunjukan, seperti : tai-tarian, nyanyi-nyanyian musik, pertunjukan panggung, opera, musik yang diiringi dengan tepuk tangan, pembacaan deklamasi, permainan tambur, drama kesenian, permainan akrobat di atas galah, adu-gajah, adu kuda, adu-sapi, adu-banteng, pertandingan bela diri dengan menggunakan tongkat, pertandingan tinju, pertandingan gulat, perang-perangan, pawai, inpeksi, parade; namun seorang bhikkhu menahan diri dari menonton aneka macam pertunjukan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

49.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terikat dengan aneka macam permainan dan rekreasi seperti : permainan catur dengan papan berpetak delapan baris, permainan catur dengan papan berpetak sepuluh baris, permainan dengan membayangkan papan catur tersebut di udara, permainan melangkah satu kali pada diagram yang digariskan, di atas tanah, permainan dengan cara memindahkan benda-benda atau orang dari satu tempat ke lain tempat tampat tanpa menggoncangkannya, permainan lempar dadu, permanen memukul kayu pendek dengan menggunakan kayu panjang, permainan mencelup tangan ke dalam air berwarna dan menempelkan telapak tangan ke  dinding, permainan bola, permainan meniup sempritan yang dibuat dari daun palem, permainan meluku dengan luku mainan, permainan jungkir-balik (salto), permainan dengan kitiran yang dibuat dari daun palem, bermain dengan timbangan mainan yang dibuat dari daun palem, bermain dengan kereta perang-mainan, bermain dengan panah-panah mainan, menebak tulisan-tulisan yang digoreskan di udara atau pada punggung seseorang, menebak pikiran teman bermain, menirukan gerak-gerik orang cacat : namun seorang bhikkhu menahan diri dari aneka macam permainan dan rekreasi semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

50.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mempergunakan aneka macam tempat tidur yang besar dan mewah seperti : dipan tinggi yang dapat dipindah-pindahkan yang panjangnya enam kaki, dipan dengan tiang-tiang berukiran gambar binatang-binatang, seprei dari bulu kambing atau bulu domba yang tebal, seprei dengan bordiran warna-warni, selimut putih, seprei dari wol yang disulam dengan motif bunga, selimut yang diisi dengan kapas dan wol, seprei yang disulam dengan gambar harimau dan singa, seprei dengan bulu binatang pada kedua tepinya, seprei dengan bulu binatang pada salah satu tepinya, seprei dengan sulaman permata, seperti dari sutra, selimut yang dapat dipergunakan oleh enam belas orang, selimut gajah, selimut kuda atau selimut kereta, selimut kulit kijang yang dijahit, selimut dari kulit sebangsa kijang, permadani dengan tutup di atasnya, sofa dengan bantal merah untuk kepala dan kaki; namun, seorang bhikkhu menahan diri untuk tidak mempergunakan aneka macam tempat tidur yang besar dan mewah semacam itu. Inilah sila yang dimilikanya.

51.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih memakai perhiasan-perhiasan dan alat-alat  memperindah diri, seperti : melumuri, mencuci dan menggosok tubuhnya dengan bedak wangi; memukuli tubuhnya dengan tongkat perlahan-lahan seperti ahli gulat; memakai kaca, minyak-mata (bukan obat), bunga-bunga, pemerah-pipi, kosmitika, gelang, kalung, tongkat jalan (untuk bergaya), tabung bambu untuk menyimpan obat, pedang, alat panah sinar matahari, sendal bersulam, sorban, perhiasan dahi, sikat dari ekor binatang yak, jubah putih  panjang yang banyak lipatannya; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari pemakaian perhiasan-perhiasan dan alat-alat memperindah diri semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

52.”Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam percakapan-percakapan yang rendah, seperti : percakapan tentang raja-raja, percakapan tentang  pencuri, percakapan tentang menteri-menteri, percakapan tentang angkatan-angkatan perang, percakapan tentang pembunuhan-pembunuhan, percakapan tentang pertempuran-pertempuran, percakapan tentang makanan, percakapan tentang minuman, percakapan tentang pakaian, percakapan tentang tempat tidur, percakapan tentang karangan-karangan bunga, percakapan tentang wangi-wangian, pembicaraan-pembicaraan tentang keluarga, percakapan tentang kendaraan, percakapan tentang desa, percakapan tentang kampung, percakapan tentang kota, percakapan tentang negara, percakapan tentang wanita, percakapan tentang lelaki, percakapan di sudut-sudut jalanan, percakapan di tempat-tempat pengambilan air, percakapan tentang hantu-hantu jaman dahulu, percakapan yang tidak ada ujung pangkalnya, spekulasi tentang terciptanya daratan, spekulasi tentang tercapainya lautan, percakapan tentang perwujudan (eksitensi dan non-eksistensi); namun seorang bhikkhu menahan diri dari percakapan-percakapan yang rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikanya.

53.”Meskipun beberapa petapa brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih terlibat dalam kata-kata perdebatan, seperti : Bagaimana seharusnya engkau mengerti Dhamma Vinaya ini? Engkau menganut pandangan-pandangan keliru, tetapi aku menganut pandangan-pandangan benar. Aku berbicara langsung pada pokok persoalan, tetapi engkau tidak berbicara langsung pada pokok persoalan. Engkau membicarakan di bagian akhir tentang apa yang seharusnya dibicarakan di bagian permulaan; dan membicarakan di bagian permulaan tentang apa yang seharusnya dibicarakan dibagian akhir. Apa yang lama telah engkau persiapkan untuk dibicarakan, semuanya itu telah usang. Kata-kata bantahanmu itu telah ditentang, dan engkau ternyata salah. Berusahalah untuk menjernihkan pandangan-pandanganmu; namun, seorang bhukkhu menahan diri dari kata-kata perdebatan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

54.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih berlaku sebagai pembawa berita, pesuruh dan bertindak sebagai perantara dari raja-raja, menteri-menteri negara, kesatria, brahmana, orang berkeluarga atau pemuda-pemuda, yang berkata : Pergilah ke sana, pergilah kesitu, bawalah ini, ambilkan itu dari sana; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari tugas-tugas sebagai pembawa berita, pesuruh dan perantara semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

55.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih melakukan tindakan-tindakan penipuan dengan cara : merapalkan kata-kata suci, meramal tanda-tanda dan mengusir setan dangan tujuan memperoleh keuntungan setelah memperlihatkan sedikit kemampuanya; namun seorang bhikkhu menahan diri dari tindakan-tindakan penipuan semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

56.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : meramal dengan melihat guratan-guratan tangan, meramal melalui tanda-tanda dan alamat-alamat, menujumkan sesuatu dari halilintar atau keanehan-keanehan benda langit lainya, meramal dengan mengartikan mimpi-mimpi, meramal dengan melihat tanda-tanda pada bagian tubuh, meramal dari tanda-tanda pada pakaian yang digigit tikus, mengadakan korban pada api, mengadakan selamatan yang dituang dari sendok, memberikan persembahan dengan sekam untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan bekatul untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan beras untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan mentega untuk dewa-dewa, memberikan persembahan dengan minyak untuk dewa-dewa, mempersembahkan biji wijen dengan cara menyemburkanya dari mulut ke api, mengeluarkan darah dari lutut kanan sebagai tanda persembahan kepada dewa-dewa, melihat pada buku jari, setelah itu mengucapkan mantra dan meramalkan apakah orang itu mujur,beruntung atau sial; menentukan apakah letak rumah itu baik atau tidak menasehati cara-cara pengukuran tanah : mengusir setan-setan di kuburan; mengusir hantu, mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah, mantra untuk kalajengking, mantra tikus, mantra burung, mantra burung gagak, meramal umur, mantra melepas panah, keahlian untuk mengerti bahasa binatang; namun seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

57.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh, umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : pengetahuan tentang tanda-tanda atau alamat-alamat baik atau buruk dari benda-benda, yang menyatakan kesehatan atau keberuntungan dari pemiliknya, seperti : batu-batu permata, tongkat, pedang, panah, busur, senjata-senjata lainya; wanita laki-laki, anak lelaki, anak perempuan, budak lelaki, budak perempuan; gajah, kuda, kerbau, sapi jantan, sapi betina, kambing, biri-biri, burung hantu, burung gereja, burung nasar, kura-kura, dan binatang-binatang lainya; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

58.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : meramal dengan akibat : pemimpin akan maju, pemimpin akan mundur, pemimpin kita akan menyerang dan musuh-musuh akan mundur, pemimpin musuh akan menyerang dan pemimpin kita akan mundur, pemimpin kita akan menang dan pemimpin musuh akan kalah, pemimpin musuh akan menang dan pemimpin kita akan kalah; jadi kemenangan ada di pihak ini dan kekalahan ada di pihak itu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

59. Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, ,  mereka masih  mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : meramalkan adanya gerhana bulan, gerhana matahari, gerhana bintang, matahari atau bulan akan menyimpang dari garis edarnya, matahari atau bulan akan kembali pada garis edarnya, adanya binatang yang menyimpang dari garis edarnya, bintang akan kembali pada garis edarnya, meteor jatuh, hutan terbakar, gempa bumi, halilintar; matahari, bulan dan bintang  akan terbit, terbenam bersinar dan suram; atau meramalkan lima belas gejala tersebut akan terjadi yang akan mengakibatkan sesuatu; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari  penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

60.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu rendah, seperti : meramalkn turun hujan yang berlimpah-limpah, turun hujan yang tidak mencukupi, hasil panen yang baik, masa peceklik (kekurangan bahan makanan), keadaan damai, keadaan kacau, akan terjadi wabah sampar, musim baik; meramal dengan menghitung jari, tanpa menghitung jari; ilmu menghitung jumlah besar, menyusun lagu, sajak, nyanyian rakyat yang populer dan adat kebiasaan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikanya.

61.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : mengatur hari baik bagi mempelai pria atau wanita untuk dibawa pulang, mengatur hari baik bagi mempelai pria atau wanita untuk dikirim pergi, menentukan saat baik untuk menentukan perjanjian damai (atau mengikat persaudaraan dengan menggunakan mantra), menentukan saat yang baik untuk meletuskan permusuhan, menentukan saat baik untuk menagih hutang, menentukan saat baik untuk memberi pinjaman, menggunakan mantra untuk membuat orang beruntung, menggunakan mantra untuk membuat orang sial, menggunakan mantra untuk menggugurkan kandungan,menggunakan mantra untuk menyebabkan kebisuan, menggunakan mantra untuk mendiamkan rahang seorang, menggunakan mantra untuk membuat orang lain mengangkat tanganya, menggunakan mantra untuk menimbulkan ketulian, mencari jawaban dengan melihat kaca-ajaib, mencari jawaban melalui seorang gadis yang kerasukan, mencari jawaban dari dewa, memuja mata hari memuja maha-ibu (dewa tanah) mengeluarkan api dari mulut, memohon kepada dewi Sri, atau dewi keberuntungan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

62.Meskipun beberapa petapa dan brahmana hidup dari makanan yang disediakan oleh umat yang berbakti, mereka masih mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah, seperti : berjanji akan memberikan persembahan-persembahan kepada para dewa apabila keinginannya terkabul, melaksanakan janji-janji semacam itu, mengucapkan mantra untuk menempati rumah yang dibuat dari tanah mengucapkan mantra untuk menimbulkan kejantanan, membuat pria menjadi impoten, menentukan letak yang tepat untuk membangun rumah, mengucapkan mantra untuk membersihkan tempat, melakukan upacara pembersihan mulut, melakukan upacara mandi, mempersembahkan korban, memberikan obat tumpah dan penguras perut, memberikan obat bersin untuk mengobati sakit kepala, meminyaki telinga orang lain, merawat mata orang, memberikan obat melalui hidung, memberikan collyrium di mata, memberikan obat tetes pada mata, menjalankan prektek sebagai okultis, menjalankan prektek sebagai dokter anak-anak, meramu obat-obatan dari bahan akar-akaran, membuat obat-obatan; namun, seorang bhikkhu menahan diri dari mencari penghidupan dengan cara-cara salah melalui ilmu-ilmu rendah semacam itu. Inilah sila yang dimilikinya.

63.Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang sempurna silanya, tidak meluhat adanya bahaya dari sudut mana pun sejauh berkenan dengan pengendalian terhadap sila, O Baginda, sama seperti seorang kesatria yang patut dinobatkan menjadi raja, yang musuh-musuhnya telah dikalahkan, tidak melihat bahaya dari sudut manapun sejauh berkenaan dengan musuh-musuh; demikian pula, seorang bhikkhu yang sempurna silaya, tidak meliahat bahaya dari sudut manapun sejauh berkenaan dengan pengendalian -sila. Dengan demikian kelompok sila yang mulia ini, dirinya merasakan suatu kebahagiaan murni (anavajja sukham). Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki sila-sempurna.

64.Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu memiliki penjagaan atas pintu-pintu indrianya? O Baginda, bila mana seorang bhikkhu melihat suatu obyek dengan matanya, ia tidak terpikat dengan bentuk-keseluruhan atau bentuk perincianya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik atau buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pengelihatannya. Ia menjaga indria pengelihatanya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pengelihatanya. Bilamana ia mendengar suara dengan talinya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perincianya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pendengarnya. Ia menjaga indria pendengarannya. Ia menjaga indria pendengaranya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pendengarnya. Bilamana ia mencium bau dengan hidungnya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perincianya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria penciumannya. Ia menjaga indria penciumannya, dan memiliki pengendalian  terhadap indria penciumannya. Bilamana ia mengecap rasa dengan lidahnya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk-perincianya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian diri terhadap indria pengecapannya. Ia menjaga indria pengecapannya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pengecapanya. Bilamana ia merasakan suatu sentuhan dengan tumbuhnya, ia tidak terpikat dengan bentuk  keseluruhan atau bentuk-perincianya. Ia berusaha menahan diri terhadap bentu-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk, keserakahan dan kebancian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian terhadap indria perabanya. Ia menjaga indria perabanya dan memiliki pengendalian terhadap indria perabanya. Bilamana ia mengetahui sesuatu (dhamma) dengan pikiranya, ia tidak terpikat dengan bentuk keseluruhan atau bentuk perincianya ia barusaha menahan diri terhadap bentuk-bentuk yang dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya keadaan-keadaan tidak baik dan buruk; keserakahan dan kebencian; yang telah begitu lama menguasai dirinya sewaktu ia berdiam tanpa pengendalian terhadap indria pikiranya. Ia menjaga indria pikiranya, dan memiliki pengendalian terhadap indria pikiranya. Dengan memiliki pengendalian diri yang mulia ini terhadap indria-indrianya, ia merasakan suatu kebahagiaan yang tidak dapat diterobos oleh noda apa pun. Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki pengendalian atas pintu-pintu indrianya.

65.Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu memiliki perhatian-murni dan pengertian jelas? Dalam hal ini, O Baginda, seorang bhikkhu mengerti dengan jelas sewaktu ia pergi atau sewaktu kembali; ia mengerti dengan jelas  sewaktu melihat ke depan atau melihat ke samping; ia mengerti dengan jelas sewaktu mengenakan jubah atas (sanghati), jubah luar (civara) atau mengambil mangkuk (patta); ia mengerti dengan jelas sewaktu makan, minum, mengunyah atau menelan; ia mengerti dengan jelas sewaktu buang air atau sewaktu kencing; ia mengerti dengan jelas sewaktu dalam keadaan berjalan, berdiri, duduk, tidur bangun, berbicara atau diam. Demikianlah, O Baginda, seorang bhikkhu yang memiliki perhatian-murni dan pengertian jelas.

66.Bagaimanakah, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas? Dalam hal ini, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Dan kemana pun ia akan pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini. O Baginda, sama seperti seekor burung dangan sayapnya, kemana pun akan terbang, burung itu terbang hanya dengan membawaq sayapnya. Demikian pula, O Baginda, seorang bhikkhu merasa puas hanya dengan jubah-jubah yang cukup untuk menutupi tubuhnya, puas hanya dengan makanan yang cukup untuk menghilangkan rasa lapar perutnya. Maka, kemana pun ia akan pergi, ia pergi hanya dengan membawa hal-hal ini. Demikianlah, O Baginda. Seorang bhikkhu merasa puas.

67.Setelah memiliki kelompok-sila yang mulia ini, memiliki pengendalian terhadap indria-indria yang mulia ini, memiliki perhatian murni dan pengertian jelas yang mulia ini, memiliki kepuasan yang mulia ini, ia memilih tempat-tempat sunyi di hutan, di bawah pohon, di lereng bukit, di celah gunung, di gua karang, di tanah-kubur, di dalam hutan lebat, di lapangan terbuka, di atas tumpukan jerami untuk berdiam. Setelah pulang dari usahanya mengumpulkan dana makanan dan selesai makan; ia duduk bersila, badan tegak, sambil memusatkan perhatianya kedepan.

68.Dengan menyingkirkan kerinduan terhadap dunia, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari kerinduan, membersihkan pikiranya dari nafsu-nafsu, Dengan menyingkirkan itikat-jahat, ia berdiam dalam pikiran yang bebas dari itikadjahat, dengan pikiran bersahabat   serta penuh kasih sayang terhadap semua mahluk, semua yang hidup, ia membersihkan pikiranya dari itikat-jahat. Dengan menyingkirkan kemalasan dan kelambanan, ia berdiam dalam keadaan bebas dari kemalasan dan kelambanan; dengan memusatkan perhatianya pada pencerapan tehadap cahaya (alokasanni), ia membersihkan pikiranya dari kemalasan dan kelambanan. Dengan menyingkirkan kegelisahan dan kekhawatiran, ia berdiam bebas dari kekacauan;  dengan batin tenang, ia membersihkan pikiranya dari kegelisahan dan kekawatiran. Dengan menyingkirkan keragu-raguan, ia berdiam mengatasi keragu-raguan; dengan tidak lagi ragu-ragu terhadap apa yang baik, ia membersihkan pikirannya dari keragu-raguan.

69. O Baginda, sama halnya seperti seorang, yang setelah berhutang, ia berdagang sampai berhasil, sehingga bukan saja ia mampu membayar kembali pinjaman hutangnya, tetapi masih ada kelebihan untuk merawat seorang istri. Dan ia berpikir : Dahulu aku berhutang dan berdagang sampai berhasil, sehingga bukan saja aku dapat membayar kembali pinjaman hutangku, tetapi masih ada kelebihan untuk merawat seorang istri. Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.

70.O Baginda, sama halnya seperti seorang yang diserang penyakit, berada dalam kesakitan, amat parah keadaanya, tidak dapat mencerna makanannya, sehingga tidak ada lagi kekuatan dalam dirinya; namun setelah beberapa waktu ia sembuh dari penyakit itu, dapat mencerna makanannya sehingga kekuatanya pulih. Dan ia berpikir : Dahulu aku diserang penyakit, berada dalam kesakitan, amat parah keadaanku, tidak dapat mencerna makananku, sehingga tidak ada lagi kekuatan dalam diriku; namua, sekarang aku telah sembuh dari penyakit itu, dapat mencerna makanan sehingga kekuatanku pulih. Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.

71.O Baginda, sama halnya seperti seseorang yang ditahan dalam rumah penjara, dan setelah beberapa waktu ia dibebaskan dari tahanannya, aman dan sehat, barang-barangnya tidak ada yang dirempas. Dan ia berpikir : Dahulu aku ditahan dalam rumah penjara, dan sekarang aku telah bebas dari tahanan, aman dan sehat, barang-barangku tidak ada yang dirempas. Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.

72. O, Baginda, sama halnya seperti seorang yang menjadi budak, bukan tuan bagi dirinya sendiri, tunduk kepada orang lain, tidak dapat pergi kemana ia suka; dan setelah beberapa waktu ia dibebaskan dari perbudakan itu, menjadi tuan bagi dirinya sendiri, tidak tunduk kepada orang lain, bebas pergi ke mana ia suka. Dan ia berpikir : Dahulu aku seorang budak, bukan tuan bagi diriku sendiri, tunduk kepada orang lain, tidak dapat pergi kemana aku suka; dan sekarang aku telah bebas dari perbudakan, menjadi tuan bagi diriku sendiri, tidak tunduk kepada orang lain, seorang yang bebas, bebas pergi kemana aku suka. Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.

73. O Baginda, sama halnya seperti seorang yang dengan membawa kekayaan dan barang-barang, melakukan perjalanan di padang pasir, di mana tidak terdapat makanan melainkan banyak bahaya; dan setelah beberapa waktu ia berhasil keluar dari padang pasir itu, selamat tiba di perbatasan desanya, suatu tempat yang aman, tidak ada bahaya. Dan ia berpikir : Dahulu, dengan membawa kekayaan dan barang-barang, aku melakukan perjalanan di padang pasir, di mana tidak terdapat makanan melainkan banyak bahaya; dan sekarang aku telah berhasil keluar dari padang pasir itu, selamat tiba di perbatasan desaku, suatu tempat yang aman, tidak ada bahayanya. Dengan demikian ia merasa gembira, bersenang hati atas hal itu.

74. Demikianlah, O Baginda, selama lima rintangan (panca nivarana) belum disingkirkan, seorang bhikkhu merasakan dirinya  seperti orang yang berhutang, terserang penyakit, dipenjara, menjadi budak, melakukan perjalankan di pandang pasir. Tetapi, O Baginda, setelah lima rintangan itu disingkirkan, maka seorang bhikkhu merasa dirinya seperti orang yang telah bebas dari hutang, bebas dari penyakit, keluar dari penjara, bebas dari perbudakan, sampai di tempat yang aman.

75. Apabila ia menyadari bahwa lima rintangan itu telah disingkirkan dari dalam dirinya, maka timbullah kegembiraan, karena gembira maka timbullah kegiuran (piti), karena batin tergiur, maka seluruh tubuhnya terasa nyaman, karena tubuh menjadi nyaman, maka ia merasa bahagia, karena bahagia, maka pikiranya menjadi terpusat. Kemudian, setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka ia masuk dan berdiam dalam jhana pertama; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai dengan Vitakka (pengarahan pikiran pada obyek) dan vicara (mempertahankan pikiran pada obyek0. Seluruh tubuhnya dipenuhi, degenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari kebebasan (viveka).

76. O Baginda, sama halnya seperti tukang memandikan yang pandai atau pembantunya akan menebarkan bubuk-sabun wangi dalam sebuah  mangkuk logam, memercikanya dengan air setetes demi setetes dan kemudian ia meramasnya bersama sehingga bubukan sabun itu  dapat menyerap seluruh cairan; dibahasi, diresapi dan diliputi dengannya, baik dalam maupun luar, dan tidak ada yang mengalir keluar. Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari kebebasan itu. Inilah O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.

77. Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang telah membebaskan diri dari vitakka dan vicara, memasuki dan bediam dalam jhana kedua ; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitakka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Demikianlah seluruh tubuhnys di penuhi, diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari konsentrasi, dan tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia itu, yang timbul dari konsentrasi.

78. O Baginda, bagaikan sebuah kolam yang dalam, yang mempunyai sumber air dibawahnya, tanpa lubang masuk dari Timur atau Barat, waktu ke waktu tidak turun hujan; namun. Arus air yang sejuk. Yang berasal dari sumber itu akan tetap memenuhi. Menggenangi. Meresapi dan meliputi kolam itu. Sehingga tidak ada satu bagian pun dari kolam itu, yang tidak diliputi oleh air yang sejuk itu. Demikian pula, O Baginda bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia, yang timbul dari konsentrasi; sehingga tidak ada satu bagin pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari konsentrasi itu. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.

79. Selanjutnya, O Baginda, seorang bhikkhu yang telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, berdiam dalam keadaan seimbang yang disertai dengan perhatian murni dan pengertian jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh para ariya sebagai kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinya seimbang dan penuh perhatian-murni; ia memasuki dan berdiam dalam jhana ketiga. Demikianlah seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; dan tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu.

80. O Baginda, seperti dalam sebuah kolam yang berisi bunga-bunga teratai : merah, putih atau biru yang beberapa di antara bunga-bunga teratai merah, putih atau biru yang bersemi dalam air,  tumbuh dalam air, tidak muncul di atas permukaan air serta menghisap makanan dari dalam air itu adalah dipenuhi, digenangi diresapi serta diliputi dengan air dingin; sehingga tidak ada satu bagian pun dari bunga-bunga teratai merah, putih atau biru itu mulai dari ujung daun sampai ke akarnya   yang tidak diliputi denganya. Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi oleh perasaan bahagia yang tanpa disertai dengan perasaan tergiur itu. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih   tinggi daripada yang terdahulu.

81Selanjutnya, O Baginda, dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang  dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, bhikkhu itu memasuki dan berdiam dalam jhana keempat, yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian-murni (satiparisuddhi), bebas dari perasaan bahagia dan tidak bahagia. Demikianlah ia duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan batin yang bersih dan jernih.

92. O Baginda, sama seperti seorang yang sedang duduk, diselubungi dengan jubah putih mulai dari kepala sampai ke kaki, sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak bersentuhan dengan jubah putih. Demikian pula, O Baginda, bhikkhu itu duduk di sana, meliputi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih; sehingga tidak ada satu bagian pun dari tubuhnya yang tidak diliputi dengan perasaan batin yang bersih dan jernih itu. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.

63. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap un5uk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikiranya ke pandangan-terang yang timbul dari pengetahuan (nana-dassana). Demikianlah ia mengerti atas empat unsur-pokok (maha-bhuta). Berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran, dan kematian; begitu pula halnya dengan kesadaran (vinnana) yang  terikat denganya.

84. O Baginda, sama seperti halnya dengan permata Veluriya, yang gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang terpotong rapi, jernih, murni, tanpa cacat, sempurna dalam keadaan apa pun. Dan di tengahnya dimasuki seutas benang, yang berwarna biru, jingga, merah, putih atau kuning. Seandainya seseorang yang memiliki mata meletakkannya di atas tanganya, maka ia akan merenung : Permata Veluriya ini adalah gemerlapan, bersih, mempunyai delapan sudut yang terpotong rapi, jernih, murni,tanpa cacat, sempurna dalam keadaan apa pun. Sekarang permata itu diikatkan pada seutas benang yang berwarna biru, jingga, merah,  putih atau kuning. Ademikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncang, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya kepandangan-terang yang timbul dari pengetahuan. Dan demikianlah ia mengerti : Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri empat unsur-pokok, berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalmi kerusaan, kelapukan, kehancuran dan kematian, begitu pula halnya dengan kesadaranku yang inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang tertdahulu.

85.Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan tubuh-ciptaanbatin (mono-maya-ksys). Dari tubuh ini, ia menciptakan tubuh-ciptaan-batin melalui pikiranya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun.

86. O Baginda, sama seperti halnya seseorang menarik sebatang ilalang keluar dari pelepahnya. Maka ia akan mengerti : Inilah ilalang, inilah pelepah, ilalang adalah satu hal, pelepah adalah hal yang lain. Andah dari pelepah bahasanya ilalang itu telah ditarik keluar. O Baginda, sama seperti halnya seseorang mengeluarkan ular dari selongsonganya. Maka ia akan tahu : Inilah ular, inilah selongsong. Ular adalah satu hal, selongsong adalah hal yang lain. Adalah dari selongsong bawasanya ular itu telah di keluarkan. O Baginda sama seperti halnya seseorang menghunus pedang dari sarungnya. Maka ia akan tahu : Inilah pedang, inilah sarung pedang. Pedang adalah satu hal, sarung pedang adalah hal yang lain. Adalah dari sarung-pedang bahwasanya pedang itu telah dihunus. Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan wujud-ciptaan-batin (mano-maya-kaya). Dari tubuh ini, ia menciptakan tubuh-ciptaan-batin melalui pikiranya; yang memiliki bentuk, memiliki anggauta-anggauta dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apa pun. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.

87.Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan dan mengarahkan pikiranya pada bentuk-bentuk iddhi (perbuatan-perbuatan gaib). Ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding,benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang  kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berjalan diatas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia dapat pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya.         
88.O Baginda, sama seperti halnya seorang pembuat barang-barang tembikar atau pembantunya,dapat membuat, berhasil menciptakan berbagai bentuk barang tembikar yang mengkilap menurut keinginanya. O Baginda, sama seperti halnya pemahat gading atau pembantunya, dapat memilih gading serta berhasil memahatnya menjadi berbagai bentuk pahatan-gading menurut keinginanya. O Baginda, sama seperti halnya tukang emas atau pembantunya, dapat menjadikan, berhasil membuat berbagai bentuk barang dari emas menurut keinginanya.Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada bentuk-bantuk iddhi (perbuatan gaib). Demikianlah ia melakukan iddhi dalam aneka ragam bentuknya : dari satu ia menjadi banyak, atau dari banyak  kembali menjadi satu; ia menjadikan dirinya dapat dilihat atau tidak dapat dilihat; tanpa merasa terhalang, ia berjalan menembusi dinding, benteng atau gunung, seolah-olah berjalan melalui ruang kosong; ia menyelam dan timbul melalui tanah, seolah-olah berenang dalam air; ia berjalan diatas air tanpa tenggelam, seolah-olah berjaln di atas tanah; dengan duduk bersila ia melayang-layang di udara, seperti seekor burung dengan sayapnya; dengan tangan ia dapat menyentuh dan meraba bulan dan matahari yang begitu dahsyat dan perkasa; ia pergi mengunjungi alam-alam dewa Brahma dengan membawa tubuh kasarnya. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.
89.Dengan pikiranya yang terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada kemampuan-kemampuan dibbasota (telinga-dewa). Dengan kemampuan-kemampuan dibba-sota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat.
90.O baginda, sama seperti halnya seseorang yang sedang berada di jalan raya, dapat mendengar suara genderang-besar, suara tambur, suara tiupan terompet kulit-kerang, suara genderang-kecil. Maka ia akan tahu : Ini suara genderang besar ini suara tambur, ini suara tiupan terompet kulit-kerang, ini suara genderang kecil. Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda,lunak,siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada kemampuan-kemampuan dibba-sota (telinga dewa). Dan dengan kemampuan-kemampuan  dibba-sota yang jernih, yang melebihi telina manusia, ia mendengar suara-suara manusia dan dewa, yang jauh atau yang dekat. Inilah O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.
91. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membacakan pikiran orang lain) Dengan menembus melalui pikiranya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain. Ia mengetahui : Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang disertai. Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu. Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikitan yang disertai kebencian. Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian. Pikiran yang disertai ketudak tahuan sebagai pikiran yang disertai ketidak tahuan.  Pikiran tanpa –ketidaktahuan sebagai pikiran tanpa ketidaktahuan.Pikiran yang teguh sebagai pikiran yang teguh.Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu. Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang. Pikiran yang tidak berkembang. Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah. Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur.Pikiran yang terus sebagai pikiran yang terpusat Pikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan (kacau). Pikiran yang bebas sebagai pikiran yang bebas. Pikiran yang tidak bebas sebagai pikiran yang tidak bebas.

92.O Baginda, sama halnya seperti seorang wanita, lelaki atau anak kecil, yang ingin memperindah diri dengan melihat wajahnya pada permukaan sebuah kaca yang bersih dan jernih atau pada sebuah tempayan yang bersisikan air jernih; maka apa bila wajahnya memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya memiliki tahi-lalat; apabila wajahnya tidak memiliki tahi-lalat, ia tahu bahwa wajahnya tidak memiliki tahi-lalat. Demukian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan,teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus melalui pikiranya sendiri, ia mengetahui pikiran-pikiran mahluk lain, pikiran orang-orang lain/ Dan ia mengetahui : Pikiran yang disertai nafsu sebagai pikiran yang diserati nafsu.Pikiran tanpa-nafsu sebagai pikiran tanpa-nafsu.Pikiran yang disertai kebencian sebagai pikiran yang disertai kebencian. Pikiran tanpa-kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian. Pikiran yang disertai ketidaktahuan sebagai pikiran yang disertai ketidaktahuan. Pikiran tanpa-ketidaktahuan sabagai pikiran tanpa-ketidaktahuan. Pikiran yang ragu-ragu sebagai pikiran yang ragu-ragu. Pikiran yang berkembang sebagai pikiran yang berkembang. Pikiran yang tidak berkembang sebagai pikiran yang tidak berkembang. Pikiran yang rendah sebagai pikiran yang rendah. Pikiran yang luhur sebagai pikiran yang luhur. Pikiran yang terpusat sebagai pikiran yangtakterpikiran yang berhamburan (kacau) sebagai pikiran yang berhamburan (kacau). Pikiran yang bebas sabagai pikiran yang bebas. Pikiran yang tidak-bebas sebagai pikiran yang tidak bebas. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi dari pada yang terdahulu.

93.Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahirannya yang lampau, seperti : satu kelahiran, dua kelahiran, taga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelairan, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, melalui banyak masa-perkembangan (samvatta-kappa), melalui banyak masa kehancuran (vivatta-kappa), melalui banyak masa-perkembangan-kehancuran (samvatta-vivatta-kappa). Disatu tempat demikian, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku-bangsaku adalah demikian aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, bebas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlaku dari keadaan itu,aku lahir kembali di suatu tempat demikian; di sana namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku- bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderataan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu  dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini. Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahiranya di masa lampau, dalam seluruh seluk beluknya, dalam seluruh macamnya.

94. O Baginda, sama halnya sperti seseorang yang pergi dari dasarnya menuju ke  desa lainya lagi, serta dari desa itu ia pulang kembali ke desanya sendiri; maka ia akan tahu : Dari desaku sendiri, aku pergi ke lain desa. Di sana aku berdiri di tempat-tempat demikian, duduk demikian, berbicara demikian, berdiam diri demikian.Dari tempat itu aku datang kr desa lainya; di sana aku berdiri di tempat-tempat demikian, dudukdemikian, berbicara demikian, berdiam diri demikian. Dan sekarang, dari desa itu aku pulang ke desa sendiri!
      Demikian pula, O Baginda, dengan pikiranya yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda,  lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada pengetahuan tentang pubbenivasanussati (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Demikianlah ia ingat tentang bermacam-macam kelahiranya yang lampau, seperti : satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lama kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran,seratus kelahiran, melalui banyak masa perkembangan (samvatta kappa), melalui banyak masa-kehancuran (vivatta-kehancuran), dan melalui banyak masa-perkembangan-kehancuran (samvitta-vivatta-kappa). Di suatu tempat kelahiran, namaku adalah demikian, makananku  adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, batas umurku adalah demikian. Kemudian, setelah aku berlalu dari keadaan itu, aku lahir kembali di suatu tempat demikian; di sana, namaku adalah demikian, makananku adalah demikian, keluargaku adalah demikian, suku-bangsaku adalah demikian, aku mengalami kebahagiaan dan penderitaan yang demikian, betas umurku adalah demikian. Setelah aku berlalu dari keadaan itu, kemudian aku lahir kembali di sini. Demikianlah ia mengingat kembali tentang bermacam-macam kelahiranya di masa lampau, dalam seluruh seluk-beluknya, dalam seluruh macamnya. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.
95. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan dan mengarahkan pikiranca pada pengetahuan tentang timbul dan mahluk-mahluk (cutupapata-nana). Dan dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata-dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujutan, muncul dalam perwujutan lain; rendah, mulia, indah, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana mahluk mahluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatanya:Mahluk-mahluk ini, saudara, memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, dan melakukan perbuatan menurut pandangan keliru.Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam celaka, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, mahluk-mahluk yang lain, saudara memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga. Demikianlah, dangan kemampuan dibba cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita.
96. O Baginda, sama halnya seperti di sana terdapat sabuah rumah bertingkat,terletak disuatu tempat yang menghadap ke perempatan jalan; dan seandainya seseorang yang memiliki mata berdiri di atasnya, mengamati orang-orang memasuki rumah, keluar dari rumah, berjalan hilir mudik sepanjang jalan, duduk di tengah di perempatan jalan; maka ia akan tahu: Orang-orang itu memasuki rumah; orang-orang itu keluar dari rumah;  orang-orang itu berjalan hilir mudik sepanjang jalan; orang-orang itu duduk di tengah perempatan jalan. Demikian pula, O Baginda, dengan pikiranya yang telah terpusat, bersih, jernih bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya mahluk-mahluk (cutupapata nana). Dan dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata dewa) yang jernih, yang melebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk mahluk berlalu dari satu perwujut, muncul dalam perwujutan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana mahluk-mahluk itu muncul sesuai dengan perbuatan-perbuatanya: Mahluk-mahluk ini, saudara memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang jahat, penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan keliru, dan melakukan perbuatan menurut pandangan-pandangan keliru. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam cela, alam sengsara, alam neraka. Tetapi, mahluk-mahluk lain, saudara. Memiliki perbuatan, ucapan dan pikiran yang baik, bukan penghina para Suci, pengikut pandangan-pandangan benar, dan melakukan  perbuatan menurut pandangan benar. Pada saat kehancuran tubuhnya, setelah mati, mereka terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga. Demikianlah. Dengan kemampuan dibba-cakkhu (mata dewa) yang  jernih, yang melDengan    ebihi mata manusia, ia melihat bagaimana setelah mahluk-mahluk berlalu dari satu perwujutan, muncul dalam perwujutan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu.
97.Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak. Siap untuk dipergunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, ia mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada pengetahuan tentang  penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah sebab dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah asava. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah sebab asava. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah akhir asava. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah jalan yang menuju pada lenyapnya asava. Dengan mengetahui, melihat demikian, maka pikiranya terbebas dari noda-noda nafsu (kemasava). Noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidak tahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui : berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini.
98.O Baginda, sama halnya seperti dalam satu lekukan gunung terdapat sebuah kolam yang bersih, jernih dan terang airnya; dan seandainya seseorang yang
      memiliki mata berdiri pada tepinya, melihat di dalam kolam itu terdapat tiram tiram, kerang kerang, batu batu kerikil, pasir dan sekawanan ikan yang berenang kian k4emari; maka ia akan tahu : Kolam ini bersih, jernih dan tenang airnya. Di dalamnya terdapat tiram-tiram, kerang-kerang, batu-batu kerikil, pasir dan sekawanan ikan yang berenang kian kemari. Demikian pula, O Baginda, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk dipergunakan teguh dan tidak dapat digoncangkan, bhikkhu itu mempergunakan dan mengarahkan pikiranya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (asava). Demikianlah, ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah sebab dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah akhir dukkha. Ia Mengetahui sebagaimana adanya : Inilah jalan yang menuju pada lenyapnya dukkha. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah asava. Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah sebab asava. Inilah mengetahui sebagaimana adanya : Inilah akhir asava, Ia mengetahui sebagaimana adanya : Inilah jalan yang menuju pada lenyapnya asava. Dengan mengetahui. Melihat demikian, maka pikirannya terbebas dari noda-noda nafsu (kamasava), noda-noda perwujudan (bhavasava), noda-noda ketidak tahuan (avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbulah  pengetahuan tentang kebebasannya, dan ia mengetahui : berakhirlah kelahiran kembali, terjalani kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan sesudah ini. Inilah, O Baginda, faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini, yang lebih indah dan lebih tinggi daripada yang terdahulu. Tidak ada faedah nyata dari kehidupan seorang petapa dalam masa sekarang ini  yang lebih mulia dan lebih tinggi daripada ini.
99. SETELAH BELIAU SELESAI BERKATA DEMIKIAN. Raja Ajatasattu berkata kepada Sang Bhagava : Sungguh mengagumkan, Bhante! Sungguh mengagumkan, Bhante! Sama seperti halnya seseorang menegakkan kembali apa yang telah roboh, memperlihatkan apa yang tersembunyi, menunjukan jalan benar kepada ia yang tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan : agar mereka yang mempunyai mata dapat melihat benda-benda di sekitarny.
     Demikian pula, dengan berbagai macam cara Dhamma telah dibabarkan, oleh Sang Bhagava kepadaku. Dan Sekarang, Bhante, aku menyatakan berlindung kepada Sang Bhagava. Dhamma serta Sangha. Semoga Sang Bhagava sudi menerima aku sebagai seorang upasaka, yang mulia hari ini sampai selama-lamanya, telah menyatakan   berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha. Bhante, aku mengaku telah melakukan perbuatan salah; telah begitu bodoh, lemah dan jahatnya aku, sehingga hanya karena menginginkan tahta kerajaan aku sampai membunuh  ayahku sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran. Bhante, semoga Sang Bhagava mengetahui kesalahanku itu sebagai suatu kesalahan, sehingga di masa yang akan datang aku dapat menahan diri.
100. O baginda, sesungguhnyalah itu suatu perbuatan salah;  bahwasanya kau telah begitu bodoh,  lemah dan jahatnya, sehingga hanya karena  menginginkan tahta kerajaan, engkau semapai membubuh ayahmu sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran. Tetapi, karena engkau telah melihat perbuatan salah itu sebagai suatu perbuatan salah dan mengakui hal itu sebagaimana adanya, maka kita mengetahui pengakuanmu itu sebagaimana adanya. Sesungguhnya, O Baginda adalah merupakan suatu kebiasaan dalam disiplin para ariya, bahwasanya, siap pun juga yang dapat melihat kesalahannya sendiri sebagai suatu kesalahan dan mau mengakuinya, maka di masa yang akan datang ia akan dapat menahan diri.
101.Setelah beliau berkata demikian, Raja Ajatasattu berkata kepada Sang Bhagava : Bhante, sekarang  kita akan mohon diri. Kita masih banyak tugas. Banyak hal yang kita kerjakan. Silakan,O Baginda, kerjakanlah apa yang nampaknya pantas bagimu. Demikianlah Raja Ajatasattu merasa gembira dan puas dengan kata-kata Sang Bhagava. Kemudian ia bangkit dari tempat dueduknya, memberi hormat pada Sang Bhagava dan berjalan lewat samping kanan Beliau, dan meninggalkan tempat itu.
102. Tidak berapa lama setelah Raja Ajatasattu pergi meninggalkan tempat itu, Sang Bagava berkata kepada Bhikkhu-bhikkhu : O para bhikkhu, sang Raja merasa amat terpengaruh; ia merasa tersentuh hatinya, Dan seandainya, O para bhikkhu, sang raja tidak membunuh ayahnya sendiri, seorang raja yang setia pada Kebenaran, manusia Kebenaran; pastilah Mata Dhamma (dhamma-cakkhu) yang bersih tanpa noda akan timbul dalam dirinya. Demikianlah sabda Sang Bhagava/ Para bhikkhu merasa puas dan bersuka cita mendengar saqbda Sang Bhagava itu.         

                         
      

  



           
        
                              

    




                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar