Senin, 11 Februari 2013

Samanna-Phala Sutta


                                 SAMANNA-PHALA SUTTA

(Faedah – faedah dari kehidupan seorang petapa)
  1. Demikian yang telah kami dengar: Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di Hutan Mangga milik tabib Jivaka Komarabhacca  bersama-sama dengan seribu dua ratus  lima puluh bhikkhu. Pada waktu ituu ari Uposatha tanggal limabelas dari bulan Kattika. Malam itu bulan purnama sedang bulatnya; Raja Ajatasattu dari Magadha, putra Ratu Videha, sedang duduk di teras istananya tingkat atas dengan dikelilingi oleh para menterinya. Pada hari Uposatha yang keramat itu, raja bersabda : “Betapa menyenangkan, Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa indahnya, dan menyenangkan bulan purnama ini, dan betapa sejuknya Saudara-saudara, malam terang bulan ini! Betapa agungnya, Saudara-saudara, pertanda dari malam terang bulan ini! Petapa atau Brahmana manakah kiranya yang dapat kita kunjungi malam ini, yang akan dapat memuaskan batin kita?.

Upali Sutta


UPALI SUTTA
(56)

1.       Demikianlah saya dengar :
          Pada suatu kesempatan Sang Buddha tinggal di Nalanda di Hutan Mangga Pavarika.
2.       Kemudian, pada kesempatan ini Nigantha (Jain) Nataputta tinggal di Nalanda dengan suatu romobogan besar kaum Nigantha. Lalu, setelah petapa Jangkung Nigantha (Digha Tapassi) mengadakan pindapata di Nalanda dan kembali dari pindapata, dia pergi ke Hutan Mangga Pavarika untuk menemui Sang Buddha, dan saling memberi salam dengan Sang Buddha, dan setelah bicara dengan sopan dan ramah, dia berdiri di satu sisi. Setelah  dia melakukan hal itu, Sang Buddha berkata kepadanya : 'Ada tempat duduk, duduklah sesukamu petapa.'
3.       Setelah ini dikatakan, petapa Jangkung itu mengambil tempat duduk yang lebih rendah dan duduk disatu sisi. Setelah dia melakukan demikian, Sang Buddha bertanya kepadanya : 'Petapa, berada banyak jenis kamma Nigantha Nata­putta gambarkan sebagai pelaksanaan kamma buruk, dan untuk melakukan kamma buruk? 
          'Sobat Gotama, Nigantha Nataputta tidak biasa mempergunakan uraian "kamma, kamma"; Nigantha Nataputta biasa mempergunakan uraian "batang tubuh,"
          'Kemudian, petapa, berapa banyak jenis batang tubuh Nigantha Ntaputta gambarkan sebagai pelaksanaan perbuatan buruk, dan untuk menghilangkan perbua­tan buruk? '