Minggu, 20 Oktober 2013

PATHIKAJIVAKA VATTHU
 (Petapa Telanjang Pathika)

“Jangan memperhatikan kesalahan ....” Uraian dhamma ini di sampaikan Guru sehubungan ketika beliau tinggal di Savatthi sehubungan dengan seorang petapa telanjang bernama Pathika.
Diceritakan bahwa di Savatthi, seorang ibu rumah tangga memenuhi kebutuhan seorang petapa telanjang bernama Pathika, ia melayani petapa ini bagaikan mengasuh anaknya sendiri. Para tetangganya yang pergi mendengar dhamma pada Guru kembali dengan memuji kebajikan para Buddha dalam berbagai cara, dengan berkata: “Betapa menariknya ajaran para Buddha!” Ketika ibu ini mendengar para tetangganya memuji seperti ini, ia ingin pergi ke vihara untuk mendengar dhamma. Ia memberitahukan hal ini kepada petapa telanjang dengan bekata: “Petapa yang terhormat, saya ingin pergi mendengar dhamma Sang Buddha.” Namun, walaupun berulang-ulang kali ia mengatakan hal ini, petapa membujuknya untuk tidak pergi, dengan berkata: “Jangan pergi.” Ibu ini berpikir: “Karena petapa ini tidak menyetujui saya pergi ke vihara untuk mendengar dhamma, saya akan mengundang Guru ke rumah ku dan mendengar beliau membabarkan dhamma di sini.
Selanjutnya, di malam hari, ia menyuruh putranya untuk menemui Guru dengan berkata kepadanya: “Pergi dan undang Guru untuk menerima pelayananku besok.” Anak ini pergi tetapi terlebih dahulu ia pergi ke tempat tinggal petapa telanjang, menghormat beliau dan duduk. “Mau ke mana, nak?” tanya peta telanjang. “Ibuku menyuruh saya untuk pergi mengundang Guru.” “Jangan pergi kepadanya.” “Baiklah, namun saya takut pada ibuku. Saya akan pergi.” “Sebaiknya kita berdua makan makanan enak yang disediakan untuknya. Tidak usah pergi.” “Tidak, ibuku akan memarahiku.” “Baiklah, kau pergi. Tetapi ketika kau pergi mengundang Guru, jangan katakan kepadanya, ‘Rumahmu berlokasi di daerah anu, di jalan anu, dan Guru dapat mencapainya melalui jalan ini dan itu.’ Sebaliknya bersikaplah seolah-olah kau tinggal di sekitar situ saja, dan pada waktu pulang, berlakulah seperti kau menuju jalan lain dan kembali menemuiku.”
Anak Ini mendengar apa yang dikatakan petapa telanjang dan sesudah itu ia pergi menemui Guru dan menyampaikan undangan. Setelah ia melaksanakan semua yang dipesankan oleh petapa telanjang, ia pulang dan menemui petapa. Petapa telanjang berkata: “Apa yang telah kau lakukan?” Anak menjawab: “Segala sesuatu yang petapa katakan padaku, petapa yang mulia.” “Kau telah melakukannya dengan baik. Kita berdua akan makan makanan enak yang disediakan untuknya.” Pada keesokan harinya, di pagi hari, petapa telanjang pergi ke rumah itu, mengajak anak itu dan mereka berdua duduk bersama di balik ruangan tamu.
Para tetangga melabur rumah dengan tahi sapi, menghiasnya dengan berbagai bunga, termasuk bunga Laja, menyediakan tempat duduk yang mahal, tempat untuk Guru  duduk. (Orang-orang yang tidak mengenal para Buddha, tidak mengetahui bila perlu menyediakan tempat duduk bagi para Buddha. Begitu pula Para Buddha tidak akan menyuruh mereka untuk menyediakannya. Pada hari pencapaian Bodhi, ketika mereka duduk di bawah pohon Bodhi, yang menyebabkan 10.000 sistim dunia (cakkavala) bergetar, dan semua jalan menjadi jelas bagi mereka: “Ini jalan ke neraka, ini jalan ke alam binatang, ini jalan ke alam Peta, ini alan ke Tanpa kematian, Maha Nibbana.” Tidak perlu mengatakan kepada mereka jalan pergi ke desa, ke kota atau tempat-tempat lain.)
Demikianlah di pagi hari, Guru mengambil patta dan jubah, dan segera pergi ke rumah ibu itu. Ibu ke luar dari rumah, memberi hormat bernamaskara kepada Guru, mendampingi beliau masuk ke dalam rumah, memberikan Air Dana ke tangan kanan Guru, dan memberi makanan terpilih yang lebut dan keras kepada beliau. Ketika Guru selesai makan, ibu ini menginginkan beliau menyampaikan ucapan anumodana, maka ia mengambil patta beliau. Kemudian Guru dengan suaranya yang merdu mulai menyampaikan anumodana dalam bentuk uraian dhamma. Ibu mendngar uraian dhamma dan memuji Guru, dengan berkata: “Uraian yang menakjubkan. Uraian yang menakjubkan.”
Petapa telanjang yang duduk di balik ruangan tamu mendengar kata-kata pujian dari ibu setelah ia mendengar dhamma dari Guru. Karena tidak dapat mengendalikan dirinya lagi, ia berkata: “Ia bukan muridku lagi,” dan keluar. Lalu ia berkata kepad ibu itu: “Konyol, anda tidak perlu memuji orang ini seperti itu.” Lalu ia mengejek ibu itu dan Guru dengan berbagai macam kata-kta, setelah itu ia pergi dengn berlari. Ibu itu sangat malu karena cercaan petapa itu sehingga pikirannya menjadi kacau, akibatnya ia tiak dapat memperhatikan apa yang diuraikan guru. Guru bertanya kepada ibu itu: “Ibu, Bhante,” jawabnya, “pikiranku kacau oleh cercaan petapa telanjang itu.” Guru berkata: “Sesorang tidak perlu memperdulikan kata-kata orang yang berpandangan keliru seperti itu; orang tak perlu memperhatikan orang seperti dia; seseorang sebaiknya hanya memperhatikan perguatan buruknya atau perbuatan baiknya sendiri.” Setelah berkata begitu, beliau mengucapkan syair berikut:

40.                      “Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah dikerjakan atau yang belum dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikan apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.