Jumat, 16 Maret 2012

ANATTALAKKHANA SUTTA


ANATTALAKKHANA SUTTA
(Khotbah Tentang Sifat Bukan Aku)


  1. “Demikianlah yang saya dengar”
Pada suatu ketika, Sang Bhagava bersemayam di dekat Benares, di Isipatana, di Taman Rusa (Migadaya). Di sana, Sang Bhagava bersabda kepada rombongan lima orang Bhikkhu: Assajji, Vappa, Bhadiya, Kondanna, Mahanama. “ O, para bhikkhu”, ”ya bhanthe” jawab kelima bhikkhu.
  1. O, para bhikkhu, badan jasmani bukan Aku.
Jika badan jasmani ini Aku, maka badan jasmani ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki badan jasmani demikian akan berpikir “Biarlah badan jasmaniku seperti ini, biarlah badan jasmaniku tidak seperti ini”.
  1. O, para bhikkhu, perasaan bukan Aku.
Jika perasaan ini Aku, maka perasaan ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki perasaan demikian, akan berpikir “Biarlah perasaanku seperti ini, biarlah perasaanku tidak seperti ini”.
Tetapi oleh karena perasaan ini bukan Aku, maka perasaan ini menimbulkan penderitaan. Tidak seorangpun dapat memiliki perasaan, dengan demikian ia tidak akan berpikir “Biarlah perasaanku seperti ini, biarlah perasaanku tidak seperti ini”.
  1. O, para bhikkhu, pencerapan bukan Aku.
Jika pencerapan ini Aku, maka pencerapan ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki pencerapan demikian akan berpikir “Biarlah pencerapanku seperti ini, biarlah pencerapanku tidak seperti ini”.
Tetapi oleh karena pencerapan ini bukan Aku, maka pencerapan ini menimbulkan penderitaan. Tidak seorangpun dapat memiliki pencerapan, dengan demikian ia tidak akan berpikir “Biarlah pencerapanku seperti ini, biarlah pencerapanku tidak seperti ini”.
  1. O, para bhikkhu, bentuk pikiran bukan Aku.
Jika bentuk pikiran ini Aku, maka bentuk pikiran ini tidak menimbulkan penderitaan. Orang yang memiliki bentuk pikiran demikian akan berpikir “Biarlah bentuk pikiranku seperti ini, biarlah bentuk pikiranku tidak seperti ini”.
Tetapi oleh karena bentuk pikiran ini bukan Aku maka bentuk pikiran ini menimbulkan penderitaan. Tidak seorangpun dapat memiliki bentuk pikiran, dengan demikian ia tidak akan berpikir “Biarlah bentuk pikiranku seperti ini, biarlah bentuk pikiranku tidak seperti ini”.
  1. O, para bhikkhu, kesadaran indra bukan Aku.
Jika kesadaran indra ini Aku, maka kesadaran indra ini tidak menimbulkan penderitaan, orang yang memiliki kesadaran indra demikian akan berpikir “biarlah kesadaran indraku seperti ini, biarlah kesadaran indraku tidak seperti ini”.
Tetapi oleh karena kesadaran indra ini bukan Aku,maka kesadaran indra ini menimbulkan penderitaan. Tidak seorangpun dapat memiliki kesadaran indra dengan demikian ia tidak akan berpikir “Biarlah kesadaran indraku seperti ini, biarlah kesadaran indraku tidak seperti ini”.
  1. O, para bhikkhu, bagaimanakah pandanganmu:
“Apakah badan jasmani ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante”, jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan atau menyedihkan?”
“Menyedihkan Bhante”, jawawb kelima bhikkhu,
Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan, patut dipandang demikian: “Ini Milikku, ini Aku, ini Diriku?”
“Tidak, Bhante” jawab kelima bhikkhu.
  1. “Apakah perasaan ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante”, jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan atau menyedihkan?”
“Menyedihkan Bhante”, jawab kelima bhikkhu,
Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan, patut dipandang demikian: “Ini Milikku, ini Aku, ini Diriku?”
“Tidak, Bhante”, jawab kelima bhikkhu.
  1. “Apakah pencerapan ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante”, jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan atau menyedihkan?”
“Menyedihkan Bhante”, jawab kelima Bhikkhu.
Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan, patut dipandang demikian: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku?”.
“Tidak Bhante”, jawab kelima bhikkhu.
  1. “Apakah bentuk pikiran ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante”,  jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan atau menyedihkan?”
“Menyedihkan Bhante”, jawab kelima Bhikkhu.
Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan, patut dipandang demikian: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku?”.
  1. “Apakah kesadaran indera ini kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Bhante”,  jawab kelima bhikkhu.
“Apakah yang tidak kekal itu menyenangkan atau menyedihkan?”
“Menyedihkan Bhante”, jawab kelima Bhikkhu.
Sekarang, apa yang tidak kekal, yang menyedihkan dan tunduk pada perubahan, patut dipandang demikian: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku?”.
  1. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap badan jasmani baik yang lalu, yang akan datang maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat,sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar, demikianlah hendaknya: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku”,
  2. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap perasaan apapun baik yang lalu, yang akan datang maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat,sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar, demikianlah hendaknya: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku”,
  3. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap pencerapan apapun baik yang lalu, yang akan datang maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat,sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar, demikianlah hendaknya: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku”,
  4. Demikianlah, O, para bhikkhu, setiap bentuk pikiran apapun baik yang lalu, yang akan datang maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat,sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar, demikianlah hendaknya: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku”,
  5. Demikianlah, O, para bhikkhu, kesadaran indera apapun baik yang lalu, yang akan datang maupun yang sekarang ada, baik kasar maupun halus, baik dalam diri sendiri maupun di luar diri sendiri, baik rendah maupun luhur, baik jauh maupun dekat,sepatutnya dipandang dengan Pengertian Benar, demikianlah hendaknya: “Ini Milikku,Ini Aku, Ini Diriku”,
  6. O, para bhikkhu, apabila siswa Ariya yang telah mendengar Kebenaran ini dan telah memahaminya, dia akan menjauhkan diri dari kemelekatan perasaan, dia menjauhkan diri dari kemelekatan bentuk pikiran, dia menjauhkan diri dari kemelekatan kesadaran indera.
  7. Apabila dia telah menjauhkan diri dari semuanya itu, hawa nafsu menjadi padam. Dengan padam nya hawa nafsu, dia terbebas apabila dia telah bebas, timbulah pengetahuan bahwa ia telah bebas. Dia memahami “Tumimbal lahir telah terhenti, telah tercapai hidup suci, tidak ada lagi apa yang harus dikerjakan, tidak kembali lagi ke dunia ini”.
  8. Demikianlah sabda Sang Bhagava, Kelima bhikkhu merasa puas dan mengerti sabda Beliau.
  9. Sewaktu khotbah ini disampaikan, batin kelima bhikkhu tersebut tidak lagi dikotori oleh kemelekatan.



     (Samyutta-Nikaya XXII, 59)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar