1.
Perkembangan
agama Buddha di jepang
Seperti yang
telah diketahui awal mula Agama Budha berasal dari Negara India. Melalui jalur
utara, India menyebarkan agama Budha sampai melewati Cina dan mulai masuk ke
Jepang pada tahun 522. Penyebaran dari India tersebut menggunakan
perantara dari Kerajaan Cina, yaitu dengan dikirimnya Biksu muda ke Jepang oleh
kerajaan Cina untuk menyebarkan agama Budha. Akan tetapi rakyat Jepang pada
saat itu tidak begitu memberikan tanggapan terhadap penyebaran agama Budha
tersebut.
Awal mula
masuknya agama Budha di Jepang dengan mulai mengalami tanggapan dari masyarakat
Jepang dipercaya pada tahun 538 pada jaman Asoka melalui delegasi dari kerajaan
Baekjae di Korea. Agama Budha sendiri dalam bahasa jepang disebut Bukkyo yang
diambil dari dua kanji Butsu yang berarti Budha dan Kyo yang berarti ajaran
atau aliran. Diketahui beberapa tahun setelah datangnya delagasi dari kerajaaan
Baekjae Korea masuk pula buku – buku dan literatur Cina yang berisikan ajaran
Agama Budha, buku – buku dan literatur tersebut masuk ke Jepang dari Cina pada
masa Dinasti Sui. Literatur tersebut berjudul Jusichijono Kempo.
Perkembangan agama Budha sendiri mengalami pasang
surut sejak jaman Asoka sampai masa modern ini. Awal masuk dari agama Budha
sendiri terjadi banyak penolakan dan pergolakan dari masyarakat sekitar yang
secara empiris memiliki kepercayaan memuja banyak Dewa yang disebut kepercayaan
Shinto.
Sejarah perkembangan Buddhisme di
Jepang meliputi tiga periode, yaitu: periode Nara, periode Heian, dan
pasca-periode Heian. Dari tiga periode tersebut dapat dilihat perkembangan
Buddhisme yang pasang-surut. penjelasan secara lebih rinci dari perkem bangan Buddhisme
di Jepang, sebagai berikut:
Perkembangan agama Budha pada jaman
Asoka dan Jaman Nara dapat pula
disebut dengan babak awal kedatangan dan perkembangan Agama Budha di Jepang.
Pada masa – masa awal penjajakan Agama Budha di Jepang yaitu dengan penyesuaian
dan adaptasi terhadap kepercayaan asli rakyat Jepang, yaitu Shinto. Para biksu
penyebar agama Budha tetap melaksanakan ritual – ritual pemujaan nenek moyang
milik ajaran Shinto. Dengan begini agama Budha dapat terus berjalan dan
berkembang tanpa mempengaruhi ajaran Shinto.
Pada awal masuknya agama Budha di Jepang di jaman Asuka, banyak penolakan yang
terjadi. Pada masa pemerintahan militer Oda Nobunaga, agama
Buddha mengalami masa suram karena pemerintah saat itu bersikap antipati
terhadap agama ini. Hal ini disebabkan karena pada masa itu muncul banyak
pemberontakan oleh rakyat menentang pemerintah yang kebetulan didukung oleh pendeta
Buddha khususnya dari sekte Tendai di kuil Hiei. Pemberontakan akhirnya
berakhir dengan penyerbuan ke kuil di yang terletak di atas puncak bukit itu
dan membunuh ribuan pengikutnya.
Akan tetapi pada jaman Nara,
kepercayaan Budha semakin berkembang. Penerapan ajaran agama Buddha dari China
oleh Jepang berdasarkan latar belakang karakter kebudayaan China, di mana
agama Buddha diterima oleh keluarga kaum bangsawan. Kaum bangsawan di
Jepang pada waktu itu adalah kaum intelektual yang biasanya di Jepang juga para
Damyo, kerabat kerajaan dan bangsawan – bangsawan lainnya. Begitu kaum
bangsawan menerima agama Buddha, maka penyebarannya ke seluruh negeri
berlangsung dengan cepat.
Pada jaman Nara terdapat enam sekte agama Budha cukup terkenal dan memiliki
cukup banyak pengikut. Kesemua sekte ini berasal dari Tiongkok dan
penyebarannya melalui beberapa negara – negara. Enam sekte tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
Sekte
Kegon, yang dalam bahasa Tiongkok adalah Hua-yen mengambil dari aliran
Avatamsaka. Mempunyai pandangan
dan kepercayaan bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan
kosmik yang terwujud di dalam tubuh Buddha.
2.
Sekte
Ritsu, merupakan pengembangan dari aliran Vinaya. Lebih ditekankan pada disiplin (vinaya) serta semata-mata merupakan
alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang ideal yang diperkenalkan
adalah apa yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya pada peranan umat
seperti penjelasan dalam Vimalakitri Sutra.
3.
Sekte
Kusha , yaitu aliran Abidharmakosha
4.
Sekte
Shanron, mengambil dari aliran Tiga Kitab Suci dari Madyamika
5.
Sekte Hosso , mengambil dari aliran
Dharmalaksana mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak bisa
diselamatkan.
6.
Sekte Jojitsu, menganut aliran
Satyasiddhi-sastra
Pada periode Nara para
pengikut dari sekte – sekte tersebut masih dalam kalangan Bangsawan dan
petinggi – petinggi Damyo. Hal tersebut dikarenakan ritualnya yang masih rumit, perlu pengetahuan yang mendalam untuk
mempelajarinya dan teks-teks ajaran Buddhanya yang pada saat itu masih
menggunakan dengan huruf Kanbun yaitu huruf – huruf Cina kuno.
Selama periode Nara banyak biara
yang dibangun, bangunan-bangunan sakral tersebut mengikuti Arsitektur Tang
seperti biara terkenal Todaiji (terkenal dengan patung besar Buddha -Nara
Daibutsu) dan biara Horyuji yang dibangun dengan bahan dari kayu dan berdiri
sampai kini, biara Horyuji adalah bangunan yang dianggap tertua didunia yang
dibuat dari kayu. Bangunan-bangunan yang bergaya arsitektur Tang lebih banyak
dijumpai di Jepang daripada di Tiongkok sendiri, hal ini disebabkan oleh
peperangan-peperangan atau bencana alam yang sering melanda Tiongkok dan
bangunan-bangunan dari kayu lebih mudah terbakar.
Selama pemerintahan Nara (710-884)
sesungguhnya agama Buddha telah menjadi agama negara. Kaisar
Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama ini dan membuat patung Buddha yang
besar di Nara serta menjadikannya sebagai pusat kebudayaan nasional. Di tiap
propinsi dibangun pagoda-pagoda dan sistem pembabaran Dhamma yang
efektif sesuai dengan keadaan setempat.
Periode ini diawali dengan munculnya dua aliran agama Buddha di
Jepang, yaitu aliran Tendai oleh Saicho (797-822) dan aliran Shingon
oleh Kukai (774-835). Tujuan dari para pendiri aliran tersebut adalah agar
agama Buddha dapat diterima oleh rakyat Jepang.
Selama pemerintahan Nara (710-884) sesungguhnya agama Buddha telah
menjadi agama negara. Kaisar Shomu secara aktif telah mempropagandakan agama
ini dan membuat patung Buddha yang besar di Nara serta menjadikannya
sebagai pusat kebudayaan nasional. Di tiap propinsi dibangun pagoda-pagoda dan
sistem pembabaran Dhamma yang efektif sesuai dengan keadaan setempat. Sekte Kegon (Huan Yen) versi
Jepang memberikan ideologi Buddhis baru bagi negara. Selama pemerintahan Nara
terdapat 6 sekte yang berkembang di Jepang.
Sekte Kegon (sekte Hwaom Korea) adalah sekte yang mempunyai pandangan dan kepercayaan
bahwa semua yang ada di dalam ini dapat berhubungan erat dengan kosmik yang
terwujud di dalam tubuh Buddha. Yang dimakud
adalah bahwa Dharmma itu tidak terlepas dari ajaran sang buddha yaitu trikaya. Pandangan dan kepercayaan ini didasarkan pada
Avatamsamkasutra.
Pendidikan dan pemikiran Ratsu terutama lebih ditekankan pada disiplin (vinaya)
serta semata-mata merupakan alternatif akademik. Pada saat penyelamat alam yang
ideal yang diperkenalkan adalah apa yang diajarkan Lotus Sutra dan penekanannya
pada peranan umat seperti penjelasan dalam Vimalakitri Sutra. Dengan adanya
cara penyelamatan yang ideal ini menjadi jelas bagi raja bahwa rohaniawan
terlalu banyak berperan dan aktif di dalam politik. Selama pemerintahan anak perempuan (putri) Kaisar Shoma, bhikku
Donkyu yang bertindak selaku pejabat pemerintah dari putri kaisar tersebut
telah mencoba untuk menjadi kaisar. Hanya karena adanya perlawanan para
aristocrat, maka Jepang tidak menjadi negara teokrasi beragama Buddha aliran
Tibet yaitu negara yang memotori gerakan perkembangan Agama Buddha adalah kaum
bangsawan sebab pemikirannya lebih mendalam dibandingkan dengan kaum biasayang
masih berfikir sederhana. Sebagian dari perlawanan ini karena adanya tekanan dari Sangha, yaitu berupa tekanan bahwa seorang Bhikkhu tidak boleh memiliki peran
ganda (bercampur dengan urusan polotik) karena adanya situasi yang tidak menguntungkan ini, akhirnya pengadilan
memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kyoto pada tahun 794.
Pada tahun 804, Bhikṣu Saichi dikirim ke China dan kemudian kembali
ke Jepang untuk mengajarkan (membabarkan) doktrin dari Tien Tai (dalam
bahasa Jepang disebut Tendai).
Walaupun sekte Hasso telah mengajarkan bahwa ada beberapa yang tidak
bisa diselamatkan, tetapi Tendai menekankan pembabatan dan penyelamatan
alam (dengan cara mengkritisi Bhiksu supaya tidak memiliki peran ganda yang
berarti seorang Bhiksu yang seharusnya menjalani aturan vinayaan jalur
keviharaan, bukan ikut jalur politik sehingga Bhiksu tetap berada dijalur
kerohanian). Agama Buddha
Jepang yang berkarakter Jepang terus berlangsung dan dapat didengar dalam
pendidikan dan pemikiran baru dari masa Huan. Kompleks Vihāra Tendai
di atas pegunungan Hie dikenal sebagai cikal bakal dari agama Buddha
di dalam menyelamatkan keamanan negara.
Aliran Shingon adalah salah satu bentuk dari aliran Tantra yang
diperkenalkan kepada Jepang oleh Bhikkṣu Kukai di awal abad ke-9. Agama Buddha Shingon menentukan
penyatuan dari pemeluknya dengan Buddha (persatuan Kawula-Gusti) dalam
berbagai macam bentuknya. Dalam perkembangan sekte-sekte Buddhis, Tendai dan
Shingon bercampur baur dengan agama Shinto yang nampak dalam
penyatuan pemujaan dewa Shinto dan dewa-dewa dalam agama Buddha,
sehingga terjadi persekutuan pemujaan. Gerakan dalam agama Buddha terjadi pada abad
ke-10 dengan munculnya kepercayaan terhadap Buddha Amitābha. Banyak
orang yang memeluk kepercayaan ini karena kesederhanaan ajaran, yakni dengan
mengucapkan ”Amitābha Buddha” secara berulang-ulang akan terlahir di
Tanah Suci (Sukhavati). Kemudian gerakan lain banyak muncul pada abad ke-13
karena banyak didorong oleh cita-cita umat awam untuk mencapai kemurnian dan
kesederhanaan ajaran maupun caranya. Yang menjadi
awal adalah kepercayaan ini adalah pemahaman yogacara dan madyamika. Dengan
pemahaman terhadap dua hal tersebut mengakibatkan sulitnya penyebaran agama
Buddha, sebab pemikiran kaum Jepang masih berpikir praktis dan sederhana.
Dengan melihat keadaan yang ada maka dipakainya metode praktis sehingga
kaum Jepang dapat menerima dengan mnegucapkan “Amitaba Buddha”. Pandangan ini banyak dianut oleh para petani dan
prajurit.
Pada zaman Kamakura mulai timbul feodalisme di Jepang. Aliran-aliran
agama Buddha yang tumbuh dalam suasana feodalisme tersebut di antaranya
adalah Zen yang diperkenankan oleh Eisai (1141-1215), Dogen (1200-1253) serta Nichiren
yang didirikan oleh Nichiren (1222-1282).
c.
Pasca-periode Heian (periode lanjutan) abad ke 15-20
Dengan
berakhirnya periode Kamakura, maka di Jepang tidak terdapat perkembangan
agama yang berarti, kecuali meluasnya beberapa aliran. Pada zaman Edo (1603-1867), agama Buddha
sudah kembali menjadi agama nasional di bawah perlindungan Shogun Tokogawa. Pada
masa pemerintahan Shogun Tokogawa, agama Buddha di Jepang menjadi tangan
(alat) dari pemerintah. Vihāra sering digunakan sebagai pendataan dan
pendaftaran penduduk dan dijadikan salah satu cara untuk mencegah penyebaran
agama Kristen yang oleh pemerintah feodal dianggap sebagai ancaman
politik. Agama Buddha tidak begitu populer di kalangan masyarakat pada
masa pemerintahan Meiji (1868-1912). Pada waktu itu, muncul usaha untuk
menjadikan Shinto sebagai agama negara, yang dilakukan dengan cara
memurnikan ajaran Shinto yang telah bercampur dengan agama Buddha,
dan untuk itu dibutuhkan suatu penyelesaian. Cara yang dilakukan antara lain
dengan menyita tanah vihāra dan membatasi gerak-gerik para bhikṣu. Keadaan tersebut berubah setelah restorasi Meiji
pada tahun 1868, agama Buddha menghadapi saingan dari agama asli, Shinto.
Namun hal itu dinetralisir dengan kebebasan memeluk agama yang diberikan oleh
undang-undang dasar Jepang.Selama periode ultra nasional (1930-1945)
pemikir-pemikir agama Buddha menyerukan penyatuan dunia Timur (Asia
Timur Raya) ke dalam tanah suci Buddha (Buddha Land) di bawah
pengawasan Jepang. Setelah perang berakhir, kelompok-kelompok agama Buddha yang
baru dan lama mulai menyatakan bahwa agama Buddha merupakan agama negara
yang penuh dengan perdamaian dan persaudaraan.
d. Perbandingan Ajaran Buddha Jepang Dengan Negara Lain
Pada mulanya memang agama Budha masuk ke Jepang melalui Korea, Cina dan India.
Akan tetapi seiring berkembangnya ajaran Buddha di Jepang, ajaran Budha di
Jepang memiliki keunikan tersendiri dan perbedaan – perbedaan dalam dasar
alirannya yang membedakan dengan Negara – Negara lain.
India merupakan asal muasal dari agama Budha yang
berasal dari ajaran seorang petama yang bernama Sidharta Gautama dengan kitab
Tripitaka. Adanya pepatah Ashy Ajatang Abhutang Akatang Asam Khatang “suatu
yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan dan mutlak. Sedangkan
di India sendiri sempat mengalami perpecahan dan kemrosotan sekitar 1.600 thn
setelah budha meninggal, abad ke-12 budha benar2 sirna dari India. Lalu
diperkenalkan dari Srilangka pada akhir abad ke-19 M, 700 thn sebelumnya tidak
ada agama Budha di India.
Di Korea penyebar aliran ajaran Budha memiliki dukungan yang cukup besar
dari pemerintahnya. Kebanyakan orang yang
menganut agama Budha akan bernasib baik dengan adanya aliran dana dari
pemerintah untuk mengembangkan ajaran Buddha. Walaupun di Korea terdapat “Human
Right Watch”, akan tetapi pemerintah tetap memberikan keuntungan lebih pada
para pemganut ajaran Budha. Hal tersebut menjadikan penganut Buddha di Korea
mencapai 1.082.000 jiwa yaitu 40% dari jumlah seluruh penduduk Korea.
Sedangkan di Cina, perbedaan mendasar terdapat alirannya. Rakyat Cina sangat
menentang aliran Hinayana. Aliran Hinayana adalah aliran Buddha yang memilki
aturan yang ketat dimana para pengikutnya harus meninggalkan kepentingan
duniawi untuk beribadah. Sehingga menggunakan ajaran Buddha yang dapat
berkolaborasi dengan budaya setempat dan tetap mempertahankan kepentingan –
kepentingan duniawi seperti bekerja dan sebagainya.
Sedangkan di Jepang sendiri banyak sekali keunikan serta budaya yang muncul
karena pengaruh ajaran Buddha. Seperti seni Zen yang telah dijelaskan
sebelumnya. Menghasilkan budaya – budaya baru untuk Jepang. Dan banyak sekte –
sekte yang muncul di tiap – tiap jaman sehingga memunculkan pasang surut aliran
agam Buddha. Di Jepang sendiri memperbolehkan para Biksu untuk menikah. Hal
tersebut dilakukan untuk memunculkan penerus yang mengembangkan ajaran Buddha.
Setelah para Biksu itu merasa cukup tua dan anaknya mampu untuk meneruskannya,
biksu itu akan menyendiri sesuai dengan ajaran Budha yaitu terlepas dari
kepentingan – kepentingan dunisawi.
Bukti-bukti adanya
Buddhisme di jepang
Dari kurang lebih 710 banyak sekali kuil
dan vihara dibangun ibu kota Nara, seprti pagoda lima tingkat dan Ruang Emas
Horyuji, atau kuil Kofukuji. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai tak
trhitung dan sering kali dengan sponsor pemerintah. Pembutan seni Buddha Jepang
mencapai masa keemasan antara abad ke-8 dan abad ke-13semasa pemerintahan di
Nara, heian-kyo, dan Kamakura. Banyak sekali lukisan dan patung dibuat sampai
tak terhitung dan seringkali dengan
Kuil Budha atau dalam bahasa jepangnya Tera bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagi tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun-temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke8. Namun kebanyakan dari bangunan kuil sekarang sudah direnovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 80.000 kuil di seluruh Jepang.
Kuil Budha atau dalam bahasa jepangnya Tera bisa ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan tersebar di berbagi tempat. Kebanyakan dari bangunan Tera yang ada termasuk Kuil Keluarga yang artinya pengelolaannya berada pada perorangan yang diwariskan secara turun-temurun. Kebanyakan Tera yang ada adalah berbentuk bangunan kayu yang sudah sangat tua dan dibangun sekitar abad ke8. Namun kebanyakan dari bangunan kuil sekarang sudah direnovasi dari kuil lama. Diperkirakan sekarang ini terdapat sekitar 80.000 kuil di seluruh Jepang.
Berikut merupakan empat kuil yang
terdapat di Jepang yang telah ditetapkan
sebagai World hertage (warisan dunia) oleh Unesco:
1)
Kuil Toudaiji, dibangun pada tahun 728.
Kuil ini terkenal merupakan bangunan kayu yang tertua di dunia.
2)
Kuil Kinkakuji atau kuil Emas, sangat
terkenal karena sesuai dengan namanya, bangunanya berwarna kuning keemasan.
3)
Kuil Kiyomizu Dera, yang dibangun
sekitar tahun 789.
Kuil Rnno-ji in, yang
dibangun pada tahun 766. Pada kompleks bangunan ini kadang dikenal dengan nama
Nikko Temple karena berada di daerah Nikko.
Blog yang menarik, mengingatkan saya akan keindahan dan keteduhan suatu tempat sangatlah luar biasa hingga dapat diganggap setiap elemen alam ini adalah ilahi. Gunung, lautan dan sungai semuanya adalah roh ilahi atau dewa (‘kami’ dalam Bahasa Jepang), sebagaimana halnya matahari, bulan dan Bintang Utara.
BalasHapusSaya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka http://stenote-berkata.blogspot.com/2020/07/wawancara-dengan-haruki.html