PATHIKAJIVAKA
VATTHU
(Petapa Telanjang Pathika)
“Jangan memperhatikan kesalahan
....” Uraian dhamma ini di sampaikan Guru sehubungan ketika beliau tinggal di
Savatthi sehubungan dengan seorang petapa telanjang bernama Pathika.
Diceritakan bahwa di Savatthi,
seorang ibu rumah tangga memenuhi kebutuhan seorang petapa telanjang bernama
Pathika, ia melayani petapa ini bagaikan mengasuh anaknya sendiri. Para
tetangganya yang pergi mendengar dhamma pada Guru kembali dengan memuji
kebajikan para Buddha dalam berbagai cara, dengan berkata: “Betapa menariknya
ajaran para Buddha!” Ketika ibu ini mendengar para tetangganya memuji seperti
ini, ia ingin pergi ke vihara untuk mendengar dhamma. Ia memberitahukan hal ini
kepada petapa telanjang dengan bekata: “Petapa yang terhormat, saya ingin pergi
mendengar dhamma Sang Buddha.” Namun, walaupun berulang-ulang kali ia
mengatakan hal ini, petapa membujuknya untuk tidak pergi, dengan berkata:
“Jangan pergi.” Ibu ini berpikir: “Karena petapa ini tidak menyetujui saya pergi
ke vihara untuk mendengar dhamma, saya akan mengundang Guru ke rumah ku dan
mendengar beliau membabarkan dhamma di sini.
Selanjutnya, di malam hari, ia
menyuruh putranya untuk menemui Guru dengan berkata kepadanya: “Pergi dan
undang Guru untuk menerima pelayananku besok.” Anak ini pergi tetapi terlebih
dahulu ia pergi ke tempat tinggal petapa telanjang, menghormat beliau dan
duduk. “Mau ke mana, nak?” tanya peta telanjang. “Ibuku menyuruh saya untuk
pergi mengundang Guru.” “Jangan pergi kepadanya.” “Baiklah, namun saya takut
pada ibuku. Saya akan pergi.” “Sebaiknya kita berdua makan makanan enak yang
disediakan untuknya. Tidak usah pergi.” “Tidak, ibuku akan memarahiku.”
“Baiklah, kau pergi. Tetapi ketika kau pergi mengundang Guru, jangan katakan
kepadanya, ‘Rumahmu berlokasi di daerah anu, di jalan anu, dan Guru dapat
mencapainya melalui jalan ini dan itu.’ Sebaliknya bersikaplah seolah-olah kau
tinggal di sekitar situ saja, dan pada waktu pulang, berlakulah seperti kau
menuju jalan lain dan kembali menemuiku.”
Anak Ini mendengar apa yang
dikatakan petapa telanjang dan sesudah itu ia pergi menemui Guru dan
menyampaikan undangan. Setelah ia melaksanakan semua yang dipesankan oleh
petapa telanjang, ia pulang dan menemui petapa. Petapa telanjang berkata: “Apa
yang telah kau lakukan?” Anak menjawab: “Segala sesuatu yang petapa katakan
padaku, petapa yang mulia.” “Kau telah melakukannya dengan baik. Kita berdua
akan makan makanan enak yang disediakan untuknya.” Pada keesokan harinya, di
pagi hari, petapa telanjang pergi ke rumah itu, mengajak anak itu dan mereka
berdua duduk bersama di balik ruangan tamu.
Para tetangga melabur rumah
dengan tahi sapi, menghiasnya dengan berbagai bunga, termasuk bunga Laja,
menyediakan tempat duduk yang mahal, tempat untuk Guru duduk. (Orang-orang yang tidak mengenal para
Buddha, tidak mengetahui bila perlu menyediakan tempat duduk bagi para Buddha.
Begitu pula Para Buddha tidak akan menyuruh mereka untuk menyediakannya. Pada
hari pencapaian Bodhi, ketika mereka duduk di bawah pohon Bodhi, yang
menyebabkan 10.000 sistim dunia (cakkavala) bergetar, dan semua jalan menjadi
jelas bagi mereka: “Ini jalan ke neraka, ini jalan ke alam binatang, ini jalan
ke alam Peta, ini alan ke Tanpa kematian, Maha Nibbana.” Tidak perlu mengatakan
kepada mereka jalan pergi ke desa, ke kota atau tempat-tempat lain.)
Demikianlah di pagi hari, Guru
mengambil patta dan jubah, dan segera pergi ke rumah ibu itu. Ibu ke luar dari
rumah, memberi hormat bernamaskara kepada Guru, mendampingi beliau masuk ke
dalam rumah, memberikan Air Dana ke tangan kanan Guru, dan memberi makanan
terpilih yang lebut dan keras kepada beliau. Ketika Guru selesai makan, ibu ini
menginginkan beliau menyampaikan ucapan anumodana, maka ia mengambil patta
beliau. Kemudian Guru dengan suaranya yang merdu mulai menyampaikan anumodana
dalam bentuk uraian dhamma. Ibu mendngar uraian dhamma dan memuji Guru, dengan
berkata: “Uraian yang menakjubkan. Uraian yang menakjubkan.”
Petapa telanjang yang duduk di
balik ruangan tamu mendengar kata-kata pujian dari ibu setelah ia mendengar
dhamma dari Guru. Karena tidak dapat mengendalikan dirinya lagi, ia berkata:
“Ia bukan muridku lagi,” dan keluar. Lalu ia berkata kepad ibu itu: “Konyol,
anda tidak perlu memuji orang ini seperti itu.” Lalu ia mengejek ibu itu dan
Guru dengan berbagai macam kata-kta, setelah itu ia pergi dengn berlari. Ibu
itu sangat malu karena cercaan petapa itu sehingga pikirannya menjadi kacau,
akibatnya ia tiak dapat memperhatikan apa yang diuraikan guru. Guru bertanya
kepada ibu itu: “Ibu, Bhante,” jawabnya, “pikiranku kacau oleh cercaan petapa
telanjang itu.” Guru berkata: “Sesorang tidak perlu memperdulikan kata-kata
orang yang berpandangan keliru seperti itu; orang tak perlu memperhatikan orang
seperti dia; seseorang sebaiknya hanya memperhatikan perguatan buruknya atau
perbuatan baiknya sendiri.” Setelah berkata begitu, beliau mengucapkan syair
berikut:
40.
“Janganlah
memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah dikerjakan atau yang belum
dikerjakan oleh orang lain. Tetapi, perhatikan apa yang telah dikerjakan dan
apa yang belum dikerjakan oleh diri sendiri.