2.1
Perkembangan
Agama Buddha setelah Sang Buddha Parinibbana
Kemunculan seorang
Buddha merupakan hal yang sangat langka dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan
kemunculan Buddha Gautama menjadi fenomenal di seluruh penjuru dunia bahkan di
seluruh alam Dewa dan Brahma. Tetapi setelah Sang Buddha Parinibbana banyak
terjadi perselisihan yang mengancam keutuhan Dhamma dan Vinaya. Berikut adalah
rangkaian perkembangan Agama Buddha setelah Sang Buddha Parinibbana menurut
penelitian terkini yaitu sebagai berikut :
1.
Tahun 483 SM :
tiga bulan setelah Sang Buddha parinibbana diadakan sidang konsili yang
pertama.
2.
Tahun 383 SM :
Sidang Agung kedua diadakan oleh Raja Kalasoka di Vaisali
3.
Tahun 250 SM :
Sidang Agung ketiga diadakan oleh Ashoka yang Agung dan didampingi oleh
Moggaliputta Tissa menyusun Kathavatthu untuk menyanggah pandangan-pandangan
dan teori-teori sesat yang dianut oleh beberapa sekte Buddhis. Raja Asoka
mengeluarkan sejumlah maklumat (Maklumat Asoka) mengenai kerajaan untuk
mendukung agama Buddha.
4.
Tahun 250 SM :
Raja Asoka yang Agung mengirimkan beragam misionaris Buddhis ke negara-negara
Helenistik di Barat untuk memperkenalkan agama Buddha.
5.
Tahun 250 SM :
contoh pertama naskah Kharosthi yang telah dikembangkan penuh dimulai pada
periode ini (catatan Asoka di Shahbazgarhi dan Mansehra, sebuah wilayah barat
laut anak benua Hindia).
6.
Abad ke-3 SM :
Pedagang-pedagang India secara teratur mengunjungi pelabuhan di Arabia,
menjelaskan luasnya pemakaian nama tempat di wilayah itu dengan asal usul India
atau Buddhis. Contoh bahar (dari bahasa Sanskerta vihara, sebuah kuil Buddhis).
Para biarawan Buddhis utusan Asoka membawa ajaran agama Buddha ke Suwannaphum,
yang lokasinya masih diperselisihkan. Dipavamsa dan orang Mon percaya bahwa
tempat itu merupakan pemukiman bahari di tempat yang dikenal sekarang dengan
nama Birma.
7.
Tahun 220 SM :
Buddhisme Theravada secara resmi diperkenalkan di Sri Lanka oleh Yang Mulia
Mahinda, anak Raja Asoka dari India di masa kekuasaan Raja Devanampiya Tissa.
8.
Tahun 185 SM :
Jenderal Brahmana Pusyamitra Sunga menggulingkan Dinasti Maurya dan mendirikan
Dinasti Sunga, dan tampaknya memulai gelombang penganiyaan terhadap agama
Buddha.
9.
Tahun 180 SM :
Raja Yunani-Baktria Demetrius menyerang India hingga Pataliputra dan mendirikan
kerajaan Indo-Yunani (180-10 SM), pada masa ini agama Buddha berkembang.
10. Tahun 150 SM :
Raja Indo-Yunani Menander I memeluk agama Buddha dibimbing oleh seorang yang
bijaksana bernama Nagasena merurut laporan Milinda Panha.
11. Tahun 120 SM :
Kaisar Han Wudi (156-87 SM) menerima dua patung emas Buddha, menurut
prasasti-prasasti di Gua Mogao, Dunhuang.
12. Abad ke-1 SM :
Gubernur Indo-Yunani, Theodorus menyemayamkan relik Sang Buddha dan
mendedikasikannya kepada Yang Mulia Shakyamuni yang didewakan.
13. Tahun 29 SM :
Menurut catatan sejarah Srilanka, konon bahasa Pali ditulis pada masa
pemerintahan Raja Vattagamini (29-17 SM).
14. Tahun 2 SM :
Hou Hanshu mencatat kunjungan utusan Yuezhi pada tahun 2 Masehi ke ibukota Cina yang memberikan
pengajaran lisan akan sutra-sutra agama Buddha.
15. Tahun 65 M :
Dukungan Liu Ying akan agama Buddha merupakan tindakan tercatat pertama akan
praktek pelaksanaan Buddhis di Cina.
16. Tahun 67 M :
Agama Buddha masuk ke Cina berkat upaya dua orang bhikkhu Kasyapa dan
Dharmaraksha.
17. Tahun 68 M :
Buddhisme secara resmi berdiri di Cina dengan penemuan Kuli Kuda Putih (White
Horse Temple).
18. Tahun 78 M :
Ban Chao, seorang Jenderal Cina menundukkan Kerajaan Buddhis Khotan.
19. Tahun 78-101 M :
Menurut tradisi Mahayana, sidang agung keempat mengambil tempat di bawah
kekuasaan Raja Kanisha, dekat Jalandar, India.
20. Tahun 116 :
Warga Kushan, dibawah pimpinan Kanishka mendirikan kerajaan yang berpusat di
Kashgar juga mengambil kuasa atas Khotan dan Yarkand yang sebelumnya merupakan
tahan jajahan Cina di Tarim Basin yang sekarang dikenal dengan nama “Xinjian”.
21. Tahun 148 M :
An Shigao, seorang pangeran Parthia dan bhikkhu Buddhis tiba di Cina dan
melanjutkan pembuatan terjemahan pertama naskah Theravada ke dalam bahasa
Tionghoa.
22. Tahun 178 :
Seorang bhikkhu Kushan, Lokaksema berkunjung ke ibukota Cina, Loyang dan
menjadi penerjemah pertama naskah Mahayana ke bahasa Tionghoa yang dikenal.
23. Abad ke- 2/3 :
Penganut agama Buddha asal India dan Asia Tengah berkunjung ke Vietnam.
24. Abad ke-3 :
Penggunaan naskah Kharosthi di Gandhara terhenti.
25. Abad ke-3 & 4 : Naskah Kharosthi digunakan di kota-kota di selatan Jalur Sutra
yakni Khotan dan Niya.
26. Tahun
296 M : Naskah Buddhis dalam bahasa
Tionghoa yang paling awal bertanggal tahun ini (Zhu Fo Yao Ji Jing, ditemukan
di Dalian, akhir tahun 2005).
27. Abad ke-4 :
Dua orang bhikkhu dari Cina membawa naskah-naskah ke kerajaan Goguryeo, Korea
dan mendirikan pembuatan kertas di Korea.
28. Tahun 320-467 M : Sebuah Universitas di
Nalanda mendukung tiga ribu sampai sepuluh ribu bhikkhu.
29. Tahun 399-414M : Fa Xian melakukan perjalanan
dari Cian ke India kemudian kembali menerjemahkan karya-karya Buddhis ke dalam
bahasa Tionghoa.
30. Abad ke-5 :
Kerajaan Funan (sekarang berlokasi di pusat Kamboja) mulai menganjurkan
Buddhisme dalam rangkah penggantian dari Hinduisme. Bukti awal mengenai
Buddhisme di Myanmar (catatan berbahasa Pali). Bukti awal akan Buddhisme di
Indonesia (patung). Penafsiran ulang awal akan naskah-naskah berbahasa Pali.
Stupa di Dambulla (Sri Lanka) dibangun.
31. Tahun 402 M :
Atas permintaan Yao Xing, Kumarajiva berkunjung ke Changan dan menerjemahkan
banyak naskah Buddhis ke dalam Bahasa Tionghoa.
32. Tahun 403 M :
Di Cina, Hui Yuan berpendapat bahwa bhikkhu Buddhis seharusnya dikecualikan
dari tindakan menghormat kepada raja.
33. Tahun 405 M :
Yao Xing menghormati Kumarajiva.
34. Tahun 425 M :
Agama Buddha menuju Sumatera.
35. Tahun 464 M :
Buddhabhadra tiba di Cina untuk menyampaikan ajaran agama Buddha.
36. Tahun 495 M :
Kuil Shaolin dibangun atas nama Buddhabhadra atas maklumat oleh raja Wei Xiao
Wen.
37. Tahun 485 M :
Lima bhikkhu ari Gandhara berkunjung ke Fusang (Jepang atau mungkin benua
Amerika) dimana mereka memperkenalkan agama Buddha.
38. Abad ke-6 :
Pengikut Zen masuk ke Vietnam dari Cina. Cerita Jataka diterjemahkan dari
Persia melalui perintah dari raja Zoroastiran, Khosrau I dari Persia.
39. Tahun 527 M :
Bodhidharma menetap di kuil Shaolin provinsi Henan di Cina.
40. Tahun 552 M :
Agama Buddha diperkenalkan di Jepang melalui Baekie (Korea), menurut
Nihonshoki, beberapa pelajar menempatkan peristiwa ini pada tahun 538 M.
41. Awal abad ke-7 :
Jingwan mulai memahat sutra-sutra ke batu di Fangshan, Yuzhou, 75 km barat daya
dari kota yang sekarang ini dikenal dengan nama Beijing.
42. Tahun 607 M :
Utusan kerajaan Jepang diutus ke Dinasti Sui di Cina untuk mendapatkan salinan
sutra-sutra.
43. Abad ke-7 :
Xuan Zang berkunjung ke India memperhatikan penganiayaan umat Buddha oleh
Sasanka (raja Gouda, negara bagian di barat laut Bengal) sebelum kembali ke
Chang An di Cina untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddhis. Akhir dari
penguasaan sporadis Buddhis di Sindh Raja Songsten Gampo dari Tibet mengirimkan
utusan ke India untuk mendapatkan naskah-naskah Buddhis catatan terakhir yang
menggunakan aksara Kharosthi diantara komunitas Buddhis sekitar Kucha.
44. Tahun 671 M :
Peziarah Buddhis yang berasal dari Cina, Yi Jing berkunjung ke Palembang,
ibukota dari sebagian kerajaan Buddhis Sriwijaya di pulau Sumatera, Indonesia
dan mencatat sejumlah seribu bhikkhu yang menetap. Yisang kembali ke Korea
setelah mempelajari Buddhisme Huayan Cina dan mendirikan kelompok Hwaeom.
45. Tahun 736 M :
Huayan dikirim ke Jepang melalui Korea, ketika Roben mengundang bhikkhu Hwaeom
Korea Simsang untuk menyampaikan pengajaran dan secara resmi mendirikan tradisi
Kegon Jepang di kuil Todaiji.
46. Tahun 743-754 M : Bhikkhu Cina Jianzhen
berusaha untuk mencapai Jepang sebelas kali, berhasil pada tahun 754 untuk
mendirikan kelompok Ritsu Jepang yang khusus mempelajari Vinaya (peraturan
biara).
47. Abad
ke-8 : Cerita Jataka Buddhis
diterjemahkan ke dalam bahasa Suriah dan bahasa Arab sebagai Kalilag dan
Damnag. Sebuah catatan dalam kehidupan sang Buddha diterjemahkan ke dalam
bahasa Yunani oleh John dari Damascus dan secara luas disebarkan ke umat
Kristen sebagai cerita akan Barlaam dan Josaphat. Hingga abad ke-14 cerita
mengenai Josaphat menjadi sangat terkenal sehingga menjadikannya sebagai
seorang Santo Katolik.
48. Abad ke-8 :
Dibawah kekuasaan Raja Trisong Deutsen, Padmasambhava berkunjung dari
Afghanistan untuk mendirikan Buddhisme Tantrik di Tibet (yang kemudian dikenal
dengan sebutan kelompok Buddhisme Tiber Nyingma), menggantikan agama utama
kerajaan Bonpo. Buddhisme dengan cepat berkembang ke Sikkim dan Bhutan.
49. Tahun 760 M :
Pembangunan Candi Borobudur dimulai, bangunan terkenal di Indonesia. Mungkin
sebagai tempat suci non-Buddhis, bangunan ini diselesaikan sebagai monumen
Buddhis pada tahun 830 M setelah pekerjaan selama lima puluh tahun.
50. Tahun 804 M :
Dibawah kekuasaan Raja Kammu dari Jepang, rombongan empat kapal berlayar dari
Cina. Dari dua kapal yang tiba, satu kapal yang ditumpangi oleh bhikkhu Kukai
yang baru-baru ini diberikan gelar oleh pemerintahan Jepang sebagai seorang
bhikkhu yang menyerap ajaran Vajrayana di Chang’an dan kembali ke Jepang untuk
mendirikan kelompok Shingon. Kapal lain yang ditumpangi oleh Bhikkhu Saicho
yang kembali ke Jepang untuk mendirikan kelompok Tendai, sebagian berdasarkan
tradisi Tiantai Cina.
51. Tahun 838-847 M : Ennin, seorang pendeta dari
kelompok Tendai, berkunjung ke Cina selama sembilan tahun. Ia mencapai baik
gunung umat Buddha yang terkenal, Wutaishan dan ibukota Cina, Chang’an,
menyimpan catatan harian terperinci yang pada sumber utama atas periode ini
dari sejarah Cina termasuk penganiayaan umat Buddhis.
52. Tahun 841-846 M : Raja Wuzong dari Dinasti
Tang (nama yang diberkan oleh Li Yan) berkuasa di Cina. Ia salah satu dari tiga
raja Cina yang melarang agama Buddha. Dari tahun 843-545, Wuzong menjalankan
penganiayaan anti umat Buddha yang secara tetap melemahkan struktur institusi
Buddhisme di Cina.
53. Abad ke-9 :
Di Tibet terjadi penurunan dalam Buddhisme dan penganiayaan oleh Raja
Langdarma.
54. Abad ke-10 :
Pembangunan kuil Buddhis di Bagan, Myanmar dimulai. Di Tiber, kebangkitan
Buddhisme yang kuat dimulai. Kelompok Caodong dari Zen didirikan oleh Dongshan
Liangjie dan para pengikutnya di selatan Cina.
55. Tahun 971 M :
Dinasti Song Cina memrintahkan pemahat Chengdu untuk mengukir seluruh kanon
Buddhis untuk pencetakan. Karya ini diselesaikan pada tahun 983 M dan sejumlah
total seratus tiga puluh ribu blok telah dihasilkan.
56. Tahun 991 M :
Sebuah salinan kanon Buddhis dari era dinasti Song tiba di Korea, hal ini
mengesankan pemerintah.
57. Abad ke-11 :
Marpa, Konchog Gyalpo, Atisha dan lainnya memperkenalkan silsilah Sarma ke
Tibet.
58. Tahun 1009 M :
Dinasti Ly dari Vietnam dimulai, yang sebagian dibawa oleh sebuah persekutuan
kerahiban Buddhis. Raja-raja Ly melindungi Buddhisme Mahayan sebagai tambahan
atas semangat-semangat tradisional.
59. Tahun 1010 M :
Korea memulai pemahatan edisi balok kayu cetak atas kanon Buddhis. Tanggal
penyelesaian tidak diketahui. Kanon secara berkesinambungan berkembang dengan
ditambahkan naskah-naskah baru dari Cina.
60. Tahun 1017 M :
Di Asia Tenggara dan secara khusus Sri Lanka, urutan bhikkhuni terhenti karena
invasi. Garis silsilah bhikkhu di Sri Lanka kemudian dihidupkan kembali dengan
para bhikkhu dari Burma.
61. Tahun 1025 M :
Sriwijaya, sebuah kerajaan Buddhis yang berbasis di Sumatera diserang oleh
kerajaan Chola dari selatan India. Kerajaan ini tetap bertahan, tetapi
kepentingannya mulai berkurang. Segera setelah penyerangan, pusat pemerintahan
kerajaan berpindah ke arah utara dari Palembang ke Jambi-Melayu.
62. Tahun 1044-1077 M : Di Burma, raja pertama
Pagan, Anoratha berkuasa. Ia mengubah agama negara menjadi Buddhisme Theravada
dengan bantuan bhikkhu-bhikkhu dan buku-buku darri Sri Lanka. Ia juga dikatakan
telah beralih agama ke Buddhisme Theravada oleh seorang bhikkhu Mon, walaupun
kepercayaan lain masih didapati.
A. Usaha-usaha Menegakkan Dhamma dan
Vinaya
Setelah Petapa
Gotama mencapai penerangan sempurna di bawah Pohon Bodhi di hutan Uruvela, dua
bulan kemudian sebagai seorang Buddha selama empat puluh lima tahun, beliau
dengan penuh cinta kasih mengajarkan Dhamma kepada para brahmana dan petapa,
raja-raja dan pangeran-pangeran, cendikiawan dan mereka yang sederhana
pikirannya, pedagang dan pekerja serta semua lapisan masyarakat lainnya sesuai
dengan kemampuan dan pencapaian rohani mereka masing-masing.
Menurut Vinaya
Atthakatha (Samantapasadika), Sang Buddha mulai memberikan Vinaya setelah dua
puluh tahun pencapaian Penerangan Sempurna. Pada waktu itu mulai timbul
perilaku bhikkhu-bhikkhu yang bukan saja merugikan perkembangan spriritualnya
sendiri tetapi juga berpengaruh terhadap citra Sangha dan agama Buddha pada
umumnya. Di samping itu terdapat juga para bhikkhu yang sebelumnya adalah
petapa dari berbagai aliran keagamaan yang berbeda pula tata krama dan
tradisinya dalam menjalani kehidupan spritual.
Dari latar belakang
yang majemuk tersebut berbagai perilaku yang buruk dan perilaku lainnya yang
tidak sesuai dengan kehidupan seorang samana menurut pandangan agama Buddha.
Oleh sebab itu sewaktu Sang Buddha masih hidup setiap kali terjadi seorang
Bhikkhu melakukan perbuatan yang dapat dicela oleh para bijaksana. Maka sang
Buddha menetapkan suatu peraturan. Bilamana di kemudian hari ada peraturan itu
dilanggar (apatti) dan dinyatakan bersalah. Dengan demikian makin lama makin
banyak peraturan yang ditetapkan oleh Sang Buddha.
10 alasan Sang
Buddha menetapkan Vinaya bagi para bhikkhu yaitu untuk :
1. Kebaikan
Sangha (tanpa Vinaya, eksistensi Sangha tidak akan bertahan lama).
2. Kesejahteraan Sangha (sehingga bhikkhu akan
sedikit mendapat rintangan dan hidup damai).
3. Mengendalikan
para bhikkhu yang tidak tehuh (yang dapat menimbulkan persoalan dalam Sangha).
4. Kesejahteraan
bhikkhu yang berkelakuan baik (karena pengalaman sila dengan baik menyebabkan
kebahagiaan hidup sekarang ini).
5. Melindungi
diri atau melenyapkan kilesa yang telah ada karena banyak kesulitan dapat
diatasi dengan laku moral yang baik.
6. Mencegah
timbulnya kilesa yang baru (kilesa tidak akan timbul pada orang yang memiliki
sila yang baik).
7. Memuaskan
mereka yang belum puas dengan Dhamma karena orang yang belum mengenal Dhamma
akan puas dengan tingkah laku bhikkhu yang baik.
8. Menambah
keyakinan mereka yang telah mendengar Dhamma karena orang yang telah mendengar
Dhamma akan bertambah kuat keyakinannya melihat bhikkhu yang baik.
9. Menegakkan
Dhamma yang benar (Dhamma akan bertahan lama bila Vinaya dilaksanakan dengan
baik oleh bhikkhu).
10. Manfaat Vinaya itu sendiri (Vinaya dapat
memberikan manfaat kepada makhluk-makhluk terbebas dari samsara).
Pada jaman sekarang,
upaya-upaya dalam melestarikan Dhamma dan Vinaya sangat penting untuk
dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan
penjelasan yang lebih mendalam mengenai Dhamma dan Vinaya baik kepada para
bhikkhu maupun kepada umat. Hal ini bertujuan supaya bhikkhu bisa tetap
menjalankan Vinaya dan mengajarkan Dhamma dengan baik dan umat bisa tetap ikut
berpartisipasi dalam mengawasi perilaku bhikkhu dan menjaga Dhamma.
2. Meningkatkan
pelatihan terhadap Dharmaduta maupun Dharmacarya supaya kelestarian Dhamma
tetap terjaga.
3. Disediakan
sarana-sarana pembelajaran yang memadai dan lengkap mengenai Dhamma.
4. Diadakan
kegiatan Pabbajja Samanera maupun Samaneri secara berkala.
5. Diadakan
perayaan Hari Besar Keagamaan secara rutin
6. Sering
diadakannya Talk Show atau seminar mengenai Dhamma.
7. Tidak
melanggar Pancasila Buddhis dan tidak melakukan Garuka Kamma.
2.2
Konsili
Tiga
bulan setelah Sang Buddha paribbana diadakan sidang agung untuk menyelesaikan
berbagai masalah yang ada yaitu diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Konsili
I
Rincian
lengkap mengenai konsili pertama adalah sebagai berikut :
a.
Latar
belakang
Konsili
pertama dipimpin oleh YA. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 bhikkhu yang
semuanya adalah Arahat. Sidang ini diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha.
Dan disponsori oleh Raja Ajatasatu. Konsili pertama diadakan karena adanya
seorang bhikkhu yang bernama Bhikkhu Subada yang berusaha mempengaruhi bhikkhu
lain untuk tidak melaksanakan ajaran Sang Buddha dan tidak perlu menjalankan
Vinaya. Mendengar hal tersebut Maha Kassapa Thera mengadakan Konsili yang
pertama ini.
b.
Tujuan
1).
Mengumpulkan kembali Ajaran Sang Buddha yang telah diajarkan kepada orang yang
berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan juga.
2).
Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi
ajaran-ajaran lainnya. Pada kesempatan ini Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A.
Ananda mengulang Dhamma.
c. Hasil Konsili I
1).
Sangha tidak akan menetapkan hal-hal mana yang perlu dihapus dan hal-hal mana
yang harus dilaksanakan, juga tidak akan menambah apa-apa yang telah ada
sebelumnya.
2).
Mengadili Y.A. Ananda
3).
Mengucilkan Channa
4).
Agama Buddha tetap utuh
2. Konsili
II
a.
Latar
Belakang
Konsili
kedua diadakan pada tahun 443 SM (seratus tahun setelah Konsili I) dan
berlangsung selama empat bulan. Konsili ini dipimpin oleh Y.A. Revata dan
dibantu oleh Y.A. Yasa serta dihadiri oleh 700 Bhikkhu. Sidang ini diadakan di
Patttaliputta, Vesali. Sidang konsili kedua ini diadakan karena pada waktu itu
adanya penyelundup-penyelundup yang berusaha untuk menyebarkan ajaran mereka sendiri
dan mengotori kehidupan Sangha sehingga Kaisar Asoka Wardhana mengadakan sidang
Konsili kedua ini dengan merencanakan untuk melakukan pengiriman Dharmaduta ke
negeri-negeri lain.
b.
Tujuan
Tujuan
diadakan konsili ini adalah adanya sekelompok Bhikkhu Sangha yang biasa disebut
Mahasanghika menghendaki untuk memperlunak Vinaya yang sangat keras (tetapi
gagal).
c.
Hasil
Konsili II
1).
Kesalahan-kesalahan Bhikkhu dari suku Vajjis yang melanggar Pacittiya
dibicarakan, diakui bahwa mereka telah melanggar Vinaya dan 700 Bhikkhu yang
hadir menyatakan setuju.
2).
Pengumpulan Dhamma dan Vinaya yang dikenal dengan nama “Satta Sati” atau
“Yasathera Sanghiti” karena Bhikkhu Yasa dianggap dalam bidang pemurnian
Vinaya.
3. Konsili
III
a.
Latar
Belakang
Konsili
ketiga diadakan di Pataliputta pada tahun 313 SM (yaitu 230 tahun setelah
Konsili I) dengan disponsori oleh Raja Asoka Mauriya dibawah pimpinan Y.A.
Tissa Moggaliputta.
b.
Tujuan
1).
Menertibkan perbedaan pendapat yang mengaktifkan perpecahan Sangha.
2).
Memeriksa dan menyempurnakan Kitab Suci Pali (Memurnikan Ajaran Sang Buddha).
3).
Raja Asoka meminta agar para Bhikkhu mengadakan Upacara Uposatha setiap bulan
supaya Bhikkhu Sangha bersih dari oknum-oknum yang bermaksud tidak baik.
c.
Hasil
Konsili III
1).
Menghukum Bhikkhu-bhikkhu selebor.
2).
Ajaran Abhidhamma di ulang tersendiri oleh Y.A. Maha Kassapa sehingga
lengkaplah pengertian Tipitaka (Vinaya, Suttadan Abhidhamma). Jadi pengertian
Tipitaka mulai lengkap (timbul) pada Konsili III.
3).
Y.A. Atissa memilih sepuluh ribu Bhikkhu Sangha yang benar-benar telah memahami
Ajaran Sang Buddha untuk menghimpun Ajaran Tipitaka tersebut dan perhimpunan
tersebut berlangsung selama sembilan bulan.
4).
Melakukan misionaris Buddhis (sektr Vibhajjavadin) ke berbagai wilayah yaitu :
a).
Bhikkhu Majjhantika ke Khasmira (Kashmir) dan Gandhara.
b).
Bhikkhu Mahadeva ke Mahisamandala (Mysore)
c).
Bhikkhu Rakkhita ke Vanavasa (Kamataka)
d).
Bhikkhu Dhammarakkhita, orang Yona atau Yunani, ke Aparntaka (Konkan)
e).
Bhikkhu Mahadhammarakkhita ke Maharattha (Maharashtra)
f).
Bhikkhu Maharakkhita ke Yona (Bactria)
g).
Bhikkhu Majjhima ke Himalaya
h).
Bhikkhu Sona dan Uttara ke Suvannabhumi (Thailand dan Myanmar)
i).
Bhikkhu Mahinda ke Sri Lanka
Dalam
konsili ini Sangha terpecah menjadi dua yaitu Theravada (Sthaviravada) dan
Mahasanghika. Sementara itu terdapat ahli sejarah yang menyatakan bahwa konsili
ini bukanlah konsili umum tetapi hanya merupakan suatu konsili yang diadakan
oleh Staviravada.
4. Konsili
IV
a.
Latar
Belakang
Dalam
konsili IV terdapat dua versi yaitu Mahasanghika dan Sthaviravadha. Dalam versi
Mahasanghika yang disponsori oleh Raja Kaniska I di Vihara Kundalavana,
Kurushapura, Jelandhar-Khasmir diprakarsai oleh Bhiksu Parsva dan dipimpin oleh
Pasumitra dan Asvaghosa serta dihadiri oleh lima ratus Bhikkhu dan hasilnya
adalah menulis komentar Maha Vibhasa-sastra (Thai-Phi-Po-Sa-Lun). Sedangkan
dalam versi Sthaviravadha disponsori oleh Raja Vattagamani Abhaya di Aluvihara
(Sri Lanka) pada tahun 83 atay 94 SM. Hasilnya adalah Kitab Suci Tipitaka
dituliskan di atas daun Lontar dan diletakkan di dalam tiga keranjang. Tujuan
pernulisan ini adalah agar semua orang mengetahui kemurnian Dhamma Vinaya yang
dipimpin oleh Y.A. Rakhita Maha Thera dan dihadiri oleh 500 Bhikkhu.
b.
Tujuan
Tujuan
diadakan konsili ini adalah untuk mencari penyelesaian karena melihat
terjadinya kemungkinan-kemungkinan yang mengancam ajaran-ajaran dan
kebudayaan-kebudayaan Agama Buddha oleh pihak-pihak lain.
c.
Hasil
Konsili IV
1).
Mengulang Tipitaka
2).
Menyempurnakan komentar Tipitaka
3).
Menuliskan Tipitaka dan komentarnya di atas daun lontar
2.3
Makna
Penegakkan Dhamma dan Vinaya dalam Usaha Pelestarian dan Pelaksanaan Buddha
Dharma
Dhamma dan Vinaya
merupakan ujung tombak yang tidak dapat dipisahkan dalam perlestarian Buddha Dharma.
Kedua hal ini sangat penting sekali dalam Buddha Dharma. Dharma merupakan
ajara-ajaran yang berguna dalam kehidupan kita sedangkan vinaya merupakan
aturan-aturan yang berguna untuk mengatur perilaku bhikkhu supaya tidak
melenceng dari dhamma. Dhamma dan Vinaya saling berhubungan satu sama lain.
Kedua hal ini tidak bisa saling dipisahkan. Tanpa Vinaya, Dhamma tidak akan
bisa dilestarikan dengan baik karena banyaknya Bhikkhu yang perbuatannya
melencenga dari aturan. Sedangkan tanpa Dharma, Vinaya juga tidak akan ada
artinya karena tidak ada patokan untuk menjalankan Vinaya tersebut.
Jadi secara garis
besar bisa dikatakan bahwa Dharma dan Vinaya merupakan penentu dalam
keberhasilan Buddha Dharma. Tanpa Dharma dan Vinaya, Buddha Dharma tidak akan
bertahan lama dan akan hilang.
BAB III
PENUTUP
2.4
Kesimpulan
Kemunculan seorang
Buddha merupakan hal yang sangat langka dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan
kemunculan Buddha Gautama menjadi fenomenal di seluruh penjuru dunia bahkan di
seluruh alam Dewa dan Brahma. Tetapi setelah Sang Buddha Parinibbana banyak
terjadi perselisihan yang mengancam keutuhan Dhamma dan Vinaya.
Dalam
perkembangannya dalam agama Buddha pasti terdapat masalah-masalah yang
mengancam kelestarian Buddha Dharma, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah
dalam pelestarian Buddha Dharma. Salah satu langkah yang perlu diambil adalah
pelaksanaan Vinaya secara ketat oleh para bhikkhu serta mengindari pelanggaran
terhadap Pancasila Buddhis oleh umat perumah tangga.
Waktu
Sang Buddha masih hidup terjadi perkembangan yang sangat pesat terhadap agama
Buddha. Bukan hanya itu, setelah Sang Buddha parinibbana pun banyak terjadi
perkembangan maupun perubahan dalam agama Buddha itu sendiri. Salah satunya
yaitu diadakannya konsili-konsili untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada
yang bertujuan supaya Buddha dan Dharma tetap terjaga kelestariannya.
2.5
Saran
Setelah pembaca
membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih mengetahui sejarah
perkembangan agama Buddha semasa Sang Buddha masih hidup atau setelah
Parinibbana sehingga apabila sudah mengetahui diharapkan dapat ikut
berpartisipasi secara aktif dalam pelestarian Buddha Dharma.
DAFTAR
PUSTAKA
Sulani Puji. 2010/2011. "Naskah Totorial Mata
Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha Dunia I ( Program Study Dharmacariya )”
http://tanhadi.blogspot.com/2012/10/peran-bhikkhu-sangha-dalam-meningkatkan.html.
Diakses tanggal 02 Februari 2013.
http://id.wikipedia.org/wiki/Garis_waktu_agama. Diakses tanggal 02 Februari 2013.
http://adidarmaperatamaputra.blogspot.com/2012/05/vinaya-pitaka.html. Diakses tanggal 02 Februari 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar